Selasa, 21 April 2015

Fungsi dan Khasiat Spiritual Pemasangan Batu Akik Pada Jari-jari

Untuk mengetahui Fungsi Spiritual Pemasangan Batu Akik Pada Jari-jari harus  disesuaikan dengan tujuan dari si pemakai, apakah sebagai gelang, cincin, ikat pinggang, kalung dan sebagainya.  Kalau di lihat dari ilmu cakra/kundalini memang ada bagian tubuh tertentu untuk dipakaikan batu permata sesuai dengan tujuan kita memakainya.
Peta Tangan
Peta Tangan

Berikut Fungsi Spiritual Pemasangan Batu Akik Pada Jari-jari … check this out


  • Jari Kelingking, berkaitan dengan kekuatan kejiwaan
  • Jari Manis, berkaitan dengan tenaga atau vitalitas tubuh
  • Jari Tengah berkaitan dengan kekuatan kemauan
  • Jari Telunjuk berkaitan dengan kebijaksanaan
  • Ibu jari berkaitan dengan ego yang murni
Kemudian dapat juga ditambahkan bahwa bagian kiri dari tubuh adalah untuk menerima getaran dan bagian kanan dari tubuh untuk mengirimkan getaran, terutama pada kepala bagian kiri dan kanan. Jadi apakah anda akan  memakainya di tangan kanan atau tangan kiri tergantung niat anda sendiri.  Untuk menyembuhkan orang lain, pergunakanlah batu permata di tangan/ bagian tubuh sebelah kanan, untuk menambah tenaga dan vitalitas pergunakanlah di jari Manis sebelah kiri.  Intinya untuk memancarkan pengaruh ke luar pakailah di sebelah kanan tubuh , untuk mempengaruhi diri sendiri pakailah di sebelah kiri tubuh. 
Tentu saja masih ada bermacam-macam batu permata untuk jemari Anda, sesuai dengan kesukaan ataupun ketidaksukaan Anda. Anda dapat menyelaraskan setiap jari dengan batu impian yang akan meningkatkan semangat Anda atau sebaliknya, memberi Anda percintaan baru, harta dan sukses. Gunakan imajinasi dan intuisi untuk mengetahui mana yang paling bermanfaat bagi Anda. Beberapa batu permata yang paling populer untuk dikenakan di jari untuk membantu dan mempengaruhi harapan pribadi dan hasrat Anda ada dalam daftar berikut ini:

1. Batu pengarah untuk jari telunjuk Anda:

Lapiz luzuli untuk merangsang kebijaksanaan atau pengetahuan; Kerang, mutiara, garnet dan moonstone untuk merangsang cinta diri dan cinta pada sesama;  Carnelian untuk merangsang cita-cita, tindakan dan prestasi Anda; Turquois, sodalite dan chrysocolia untuk menenangkan dan membuat Anda santai.

2. Batu intuitif untuk jari tengah Anda :

Amethys atau kecubung untuk mendorong kreativitas dan inspirasi Anda; Crystal dan sapphire untuk menginspirasi cita-cita yang lebih tinggi dan mengarahkan;  Ruby untuk meningkatkan keelokan diri

3. Batu kreatif untuk jari manis Anda :

Ruby untuk meningkatkan wajah ayu; Intan untuk meningkatkan cinta; Emerald untuk merangsang kreativitas dan ide-ide baru; Tiger’s eye dan cat’s eye untuk memfokuskan wawasan kreatif kearah yang benar; Moonstone untuk mengungkapkan cinta dan berbagi cinta; Opal untuk mendorong cita-cita dan tindakan kemanusiaan Anda

4. Batu sebagai alat perubahan untuk jari kelingking Anda 

Mutiara untuk mendorong kebiasaan mengorganisir dengan baik; Turquoise untuk merilekskan akal-budi dan energi syaraf Anda; Aventurine untuk membawa kesempatan baru kepada Anda.

Quote:
Berdasarkan sejarah, batu permata seringkali digunakan sebagai baterai alami untuk memberikan energi baru. Para dukun kuno selalu membawa kantung berisi batu penyembuhan yang kesemuanya adalah batuan bumi yang punya energi kuat. Permata kristalin, seperti ruby, sapphire, emerald dan tournaline digunakan sebagai pembangkit keelokan, cinta, kebijaksaan dan peningkatan diri lainnya. 

Syarat untuk memperolah hasil yang maksimal 


BERTAKWA kepada Tuhan yang Maha Kuasa dan PASRAH kepadaNya

Selasa, 03 Maret 2015

Contoh Laporan Hasil Tugas Wawancara

LAPORAN HASIL WAWANCARA
Logo SMAN 4 KARAWANG

Kelompok             :         - John Snuterz
                                       - Nono Sumarno
                                       - Rigen Raynaldi
                                       - Ivan Firman H
Guru Pengajar      :         Hj. U. Yati Suryati, S.Pd.
Pelajaran               :         Pendidikan Kewarganegaraan





SMA NEGERI 4 KARAWANG
TAHUN PELAJARAN 2014 /2015

=========================================================================
LAPORAN HASIL WAWANCARA
I.          Latar Belakang
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat melaksanakan kegiatan ini dengan lancar dan sebagai mana mestinya.
Kegiatan wawancara ini merupakan salah satu tugas di bidang mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang bertujuan untuk memperoleh informasi dari narasumber.
Dengan terlaksananya kegiatan wawancara ini, maka kami berharap telah memenuhi tugas Praktek Wawancara dan mendapatkan nilai yang baik. Serta bermamfaat bagi kami dan teman-teman sekalian.

II.      Maksud dan Tujuan
1.       Memenuhi tugas Prakarya semester genap.
2.       Meningkatkan solidaritas antara anggota kelompok.
3.       Belajar untuk dapat bekerjasama dan menesampingkan ego.
4.       Melatih mental  dalam berbicara dengan orang yang lebih berpengalaman.
5.       Melatih untuk disiplin dan bertanggungjawab.
6.       Memperoleh informasi dari narasumber langsung.

III.    Topik Wawancara
Ekstrakurikuler di SMAN 4 KARAWANG

IV.    Waktu dan Tempat Kegiatan
Acara ini dilaksanakan pada :
Hari / Tanggal                         : Sabtu, 22 Februari 2015.
Pukul                                       : 12.00 WIB s/d selesai.
Tempat                                    : SMA NEGERI 4 KARAWANG

V.       Laporan Hasil Wawancara
Narasumber                            : Ubaedillah
Pewawancara                         : Nono Sumarno
Juru Foto & Video                 : John Krisman Purba
Pembawa Berita                     : Rigen Raynaldi & Ivan Firman H

Pertanyaan Isi :
a)  Kapan EUREKA Science Club dibentuk ?
     - Pada tanggal 7 Oktober 2013

b)  Siapa saja yang berada di dalam ekstrakurikuler EUREKA Science Club ?
     - Siswa-siswi yang berbakat dalam ilmu sains maupun ilmu sosial

c)  Apa saja yang dipelajari di dalam ekstrakurikuler EUREKA Science Club ?
  - Pelajaran yang di perlombakan di Universitas PTN maupun PTS dan juga Olimpiade Sains
Nasional

d) Apa yang sudah diraih EUREKA Science Club ?
     - Pada tahun 2014 yaitu juara pertama OSK Kimia dan juara ketiga OSK Geosains, juga lolos pada babak selanjutnya pada OIC di RTV

e)  Apa rencana ke depan EUREKA Science Club ?
     - Mengembangkan lagi potensi siswa dan siswi yang bergabung dengan EUREKA Science Club dan mengharumkan nama sekolah SMAN 4 KARAWANG

Jumat, 13 Februari 2015

Perbedaan Antara Legenda, Mitos, dan Dongeng

Apa Itu Legenda, Mitos, dan Dongeng?

Legenda, mitos, dan dongeng adalah berbagai jenis cerita rakyat, sebagian besar yang telah turun-temurun. Legenda biasanya didasarkan pada semacam fakta sejarah dan memiliki karakter dan kisah yang sangat menakjubkan. Sebuah mitos memiliki dasar dalam agama, sering bercerita tentang makhluk gaib atau pencipta, dan biasanya menjelaskan semacam fenomena alam. Dongeng umumnya memiliki beberapa jenis elemen yang fantastis, dan mungkin fitur magis, makhluk-makhluk khayalan, dan sering terjadi konflik antara pihak yang baik dan yang jahat.

Semua tiga jenis cerita memiliki sesuatu yang fantastis dan luar biasa di dalamnya, perbedaannya ada dalam isi, dari mana asalnya, dan apakah memiliki bukti fakta bersejarah.


LEGENDA

Sebuah legenda adalah cerita yang memiliki beberapa unsur fakta sejarah atau akurasi. Legenda biasanya menceritakan tentang orang-orang nyata, tempat, atau peristiwa dari sejarah, dan kemudian dihiasi dengan menceritakan kembali. Misalnya, cerita tentang Johnny Appleseed adalah legenda. Dia adalah seseorang yang nyata, bernama John Chapman, yang benar-benar melakukan perjalanan melalui banyak negara bagian utara menanam kebun apel. Fakta-fakta nyatanya adalah sebuah kebun - kebun yang dimilikinya. Dalam legenda, Johnny Appleseed adalah sosok yang sangat sederhana, tanpa alas kaki membantu proses penanaman pohon bersama para petani. Pada kenyataannya, memang benar bahwa ia dikenal karena tidak memakai sepatu, tetapi pohon apelnya juga diklaim berjumlah sekitar 1.200 hektar tanah.

Cerita dengan imajinasi tinggi dapat mirip dengan legenda, seperti halnya dalam sebuah dongeng, cerita yang berlebihan begitu terang-terangan dimunculkan sehingga seringkali kita rancu bagian mana dari cerita yang berdasarkan kebenaran dan bagian mana yang sekedar dibuat-dibuat. Legenda sering tampak seolah-olah seluruh cerita sangat mungkin terjadi.

MITOS
Sebuah mitos adalah cerita yang kadang-kadang dapat berakar pada fakta sejarah, tetapi lebih sering berhubungan dengan makhluk gaib, dewa, dan penjelasan tentang fenomena alam. Cerita yang menjelaskan keyakinan agama sering dianggap mitos, mereka menjelaskan pandangan budaya dan agama suatu masyarakat.

Banyak mitos Yunani menyelimuti seluruh atau sebagian dari tradisi ini. Kisah-kisah para dewa Yunani dan pahlawan tidak hanya menjelaskan fenomena alam seperti perubahan musim, matahari terbit dan terbenam, dan cuaca, tetapi mereka juga memberikan wawasan tentang beberapa hal yang paling penting untuk peradaban secara keseluruhan. Banyak mitos yang, pada satu waktu atau yang lain, diyakini benar adanya, tapi salah satu ciri khas mitos adalah bahwa tidak ada yang dapat mengonfirmasi kebenarannya secara utuh.

DONGENG
Sebuah dongeng adalah cerita hasil pemikiran unsur nyata dan fiktif yang fantastis, apakah itu sihir atau makhluk lainnya yang kita tahu tidak benar-benar ada, meskipun cerita itu sendiri kadang-kadang dapat disajikan sebagai fakta sejarah. Banyak dongeng telah mengalami evolusi, alur cerita terkesan menjadi lebih halus untuk generasi yang lebih baru, kehilangan banyak aspek suram dan darah.

Sekarang, kisah Cinderella jarang memiliki unsur-unsur melukai diri sendiri seperti pada kisah-kisah di awal kemunculannya. Bahkan upaya pembunuhan yang dapat ditemukan dalam versi cerita yang sudah usang juga tidak dapat kita temukan saat ini. Dongeng sering memiliki alur cerita si baik melawan si jahat yang sangat jelas.

Mungkin sudah cukup untuk penjelasannya, sampai bertemu lagi
thanks telah berkunjung kemari

Selasa, 27 Januari 2015

Perkembangan Pers sebelum Masa Reformasi dan Reformasi Pers Sekarang

 AWAL PERKEMBANGAN PERS DULU & REFORMASI PERS SEKARANG

Kata Pengantar

         Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Puji dan Syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalahl ini. Penyusunan makalah ini pun saya susun untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dari Ibu Meri Azwita.Makalah ini merupakan penjelasan mengenai peranan kaum pers di Indonesia, yang meskipun sering menguraikontroversi, namun keberadaannya sangat dibutuhkan dalam perkembangan informasi di Indonesia.Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi yangmembacanya. Demikian kata pembuka dari saya, mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kekurangan atau kesalahan.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

LATAR BELAKANG

Keberadaan kaum pers di Indonesia, baik buruknya selalu tetapmenjadi kelompok yang memiliki peran yang cukup besar baginegara ini. Sepak terjang kaum pers acap kali menjadi hal yangcontroversial di dunia informasi dan seringkali pula pihak persmenjadi korban atas kejelasan bukti yang mereka ungkapkanmengenai tokoh-tokoh informan. Kendati demikian, tujuan merekabukan cuma sekadar untuk memperoleh keuntungan uang. Mediamasa di samping sebagai alat penyampai berita kepada parapembacanya dan menambah pengetahuan, juga punya peranpenting dalam menyuarakan isi hati pemerintah, kelompoktertentu, dan rakyat pada umumnya. Apalagi, orang Belanda yangselalu mengutamakan betapa pentingnya arti dokumentasi, segalahal ihwal dan kabar berita yang terjadi di negeri leluhurnyamaupun di negeri jajahannya, selalu disimpan untuk berbagaikeperluan.Dengan kata lain media masa telah dipandang sebagai alatpencatat atau pendokumentasian segala peristiwa yang terjadi dinegeri kita yang amat perlu diketahui oleh pemerintah pusat diNederland maupun di Nederlandsch Indie
serta orang-orangBelanda pada umumnya. Dan apabila kita membuka kembali arsipmajalah dan persuratkabaran yang terbit di Indonesia antara awalabad 20 sampai masuknya Tentara Jepang, bisa kita diketahuibahwa betapa cermatnya orang Belanda dalampendokumentasian ini.Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentangpers, fungsi pers ialah sebagai media informasi, pendidikan,hiburan dan kontrol sosial . Sementarapasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakanperanan sebagai berikut:memenuhi hak masyarakat untukmengetahui menegakkkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorongterwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia,serta menghormati kebhinekaanmengembangkan pendapat umumberdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar melakukan.
pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yangberkaitan dengan kepentingan umummemperjuangkan keadilandan kebenaran Berdasarkan fungsi dan peranan persyang demikian, lembaga pers sering disebut sebagai pilar keempatdemokrasi( the fourth estate) setelah lembaga legislatif, eksekutif,dan yudikatif , serta pembentuk opini publik yang paling potensialdan efektif. Fungsi peranan pers itu baru dapat dijalankan secraoptimal apabila terdapat jaminan kebebasan pers dari pemerintah.Menurut tokoh pers, jakob oetama , kebebsan pers menjadi syaratmutlak agar pers secara optimal dapat melakukan pernannya.Sulit dibayangkan bagaimana peranan pers tersebut dapatdijalankan apabila tidak ada jaminan terhadap kebebasan pers.Pemerintah orde baru di Indonesia sebagai rezim pemerintahnyang sangat membatasi kebebasan pers . hl ini terlihat, dengankeluarnya Peraturna Menteri Penerangan No. 1 tahun 1984tentang Surat Izn Usaha penerbitan Pers (SIUPP), yang dalampraktiknya ternyata menjadi senjata ampuh untuk mengontrol isiredaksional pers dan pembredelan.

TUJUAN

Makalah ini bertujuan untuk memaparkan fungsi dan peranan persdi Indonesia, berikut asal muasal kaum pers dan bagaimanakeberadaannya di Indonesia. Terlepas dari segala konflik yangterjadi, pro dan kontra yang diungkapkan pa kaum pers, tetap sajakelompok pers memiliki peranan dalam dunia informasi di Indonesia.


Sejarah Perkembangan PERS di Indonesia

A.  Awal Kemerdekaan (1942-1945)
Pers di awal kemerdekaan dimulai pada saat jaman jepang. Dengan munculnya ide bahwa beberapa surat kabar sunda bersatu untuk meneritkan surat kabar baru Tjahaja (Otista), beberapa surat kabar di Sumatera dimatikan dan dibuat di Padang Nippo (melayu), dan Sumatera Shimbun (Jepang-Kanji).
Dalam kegiatan penting mengenai kenegaraan dan kebangsaan Indonesia, sejak persiapan sampai pencetusan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sejumlah wartawan pejuang dan pejuang wartawan turut aktif terlibat di dalamnya. Di samping Soekarno, dan Hatta, tercatat antara lain Sukardjo Wirjopranoto, Iwa Kusumasumantri, Ki Hajar Dewantara, Otto Iskandar Dinata, G.S.S Ratulangi, Adam Malik, BM Diah, Sjuti Melik, Sutan Sjahrir, dan lain-lain.
1.     Setelah Indonesia Merdeka/Orde Lama (1945-1959)
Penyebaran Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
Penyebarluasan tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dilakukan oleh wartawan-wartawan Indonesia di Domei, di bawah pimpinan Adam Malik. Berkat usaha wartawan-wartawan di Domei serta penyiar-penyiar di radio, maka praktisi pada bulan September 19945 seluruh wilayah Indonesia dan dunia luar dapat mengetahui tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
RRI (Radio Republik Indonesia) terbentuk pada tanggal 11 September 1945 atas prakasa Maladi. Dalam usahanya itu Maladi mendapat bantuan dari rekan-rekan wartawan lainnya, seperti Jusuf Ronodipuro, Alamsjah, Kadarusman, dan Surjodipuro. Pada saat berdirinya, RRI langsung memiliki delapan cabang pertamanya, yaitu di Jakarta, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Surakarta, dan Surabaya.
Surat kabar Republik I yang terbit di Jakarta adalah Nerita Indonesia, yang terbit pada tanggal 6 September 1945. Surat kabar ini disebut pula sebagai cikal bakal Pers nasional sejak proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, perkembangan pers republic sangat pesat, meskipun mendapat tekanan dari pihak penguasa peralihan Jepang dan Sekutu/Inggris, dan juga adanya hambatan distribusi.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, di Sumatera dan sekitarnya, usaha penyebarluasan berita dilakukan mula-mula berupa pamflet-pamflet, stensilan, sampai akhirnya dicetak, dan disebar ke daerah-daerah yang terpencil. Pusat-pusatnya ialah di Kotaraja (sekarang Banda Aceh), Sumatera Utara di Medan dimana kantor berita cabang Sumatera juga ada di Medan, lalu Sumatera Barat di Padang, Sumatera Selatan di Palembang. Selain itu, di Sumatera muncul surat kabar-surat kabar kaum republik yang baru, di samping surat surat kabar yang sudah ada berubah menjadi surat kabar Republik, dengan nama lama atau berganti nama.
1.     Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Sulawesi dan sekitarnya, kalangan pers selalu mendapat tekanan-tekanan, seperti yang dialami Manai Sophiaan yang mendirikan surat kabar Soeara Indonesia di Ujung Pandang. Di Manado dan sekitarnya (Minahasa) tekanan dari pihak penguasa pendudukan selalu dialami oleh kalangan pers. Di daerah terpencil, seperti Ternate yang merupakan daerah yang pertama kali diduduki oleh tentara Sekutu, para pejuang di kalangan pers tetap mempunyai semangat tinggi.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Jawa dan sekitarnya, pertumbuhan pers paling subur, bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain di wilayah RI ini. Hal itu disebabkan jumlah wartawan yang lebih banyak dan juga karena pusat pemerintahan RI ada di Jawa. Pusat-pusatnya, adalah di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Solo, dan Surabaya.
Sementara itu, para wartawan dan penerbit sepakat untuk menyatukan barisan pers nasional, karena selain pers sebagai alat perjuangan dan penggerak pembaangunan bangsa. Kalangan pers sendiri masih harus memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi masa kini dan masa mendatang. Untuk itulah, maka kalangan pers membutuhkan wadah guna mempersatukan pendapat dan aspirasi mereka. Hal tersebut terwujud pada tanggal 8-9 Februari 1946, dengan terbentuknya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Solo atau Surakarta.


1.     Setelah Agresi Militer
Setelah agresi militer Belanda 1 pada tanggal 21 Juli 1947, keadaan pers republik bertambah berat dan sulit. Kegiatan penerbitan dan penyiaran waktu itu mengalami pengekangan dan penekanan yang berat, karena pihak penguasa Belanda bisa secara tiba-tiba langsung menyerbu ke kantor redaksi atau percetakan surat kabat yang bersangkutan, sekaligus menangkap pemimpin redaksi maupun wartawan surat kabar tersebut. Pihak penguasa Belanda mengusahakan penerditan non republik dibantu oleh kaum separatis Pro Belanda. Usaha tersebut dilakukan dengan tujuan untuk melancarkan propaganda sekaligus politik adu dombanya, yang dapat menumbuhkan kebingungan dan kepanikan di kalangan masyarakat luas.
Sewaktu pusat Pemerintahan RI pindah ke Yogyakarta, kantor berita Antara pusat turut pindah di bawah pimpinan Adam Malik Batubara, dan KB Antara Jakarta menjadi cabang yang dipimpin oleh Mochtar Lubis, Ibnu Muhammad Arifin, dan Wan Asa Bafagih. Ini berakibat juga pindahnya sebagian tokoh-tokoh pers Republik ke Pusat Pemerintahan RI yang baru tersebut.
Keadaan Republik Indonesia bertambah suram lagi sewaktu pada tanggal 19 Desember 1948 penguasa Belanda berhasil menduduki kota Yogyakarta. Penguasa Belanda dan kaum separatis pro Belanda semakin berani bertindak kekerasan dan melakukan penahanan terhadap para pejuangdan kalangan pers (wartawan) Republik. Pada masa itu jumlah wartawan sedikit, umumnya para wartawan tersebut ditangkap dan dipenjarakan sebagai tahanan politik. Para wartawan yang berhasil lolos ada yang keluar kota dan ada juga yang ikut bergerilya bersama TNI di pedalaman dan di desa=desa terpencil. Meski begitu, mereka tetap mengusahakan penerbitan berupa stensilan.
Usaha penerbitan pers RI juga diramaikan oleh partisipasi pihak lain, seperti; kalangan pers dari golongan peranakan Cina dan keturunan Arab, ditambah dari pihak TNI di daerah-daerah tertentu dan yang terakhir adalah pemerintah RI sendiri mengusahkan penerbitan dengan membantu pembiayaan usaha penerbitan pers oleh kalangan pers (wartawan) Republik.
A.   Masa Orde Bru (1959-1998)
Di masa demokrasi Liberal, tiap orang yang memiiki uang atau modal boleh menerbitkan surat kabar atau majalah. Tidak diperlukan izin atau pengesahan dari siapapun. Melalui surat kabar dan majalah ini orang boleh menyampaikan pendapat dan perasaannya, sehingga banyak Koran dan majalah muncul di masa ini dan mereka saling berlomba menerbitkan surat kabar dan majalah sekalipun namyak yang tidak bisa bertahan untuk terus terbit dengan teratur.
Koran-koran bekas milik RDV (Dinas Penerangan Belanda), setelah pengakuan kedaulatan dialihkan ke tangan tenaga-tenaga Indonesia, Koran bekas RDV hidup jauh lebih baik daripada Koran Indonesia yang ditangani langsung oleh orang Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan Koran milik RDV sewaktu dialihkan sudah mempunyai aparat distribusi yang lengkap. Selain itu koran RDV mempunyai aparat distribusi yang lengkap. Selain itu koran RDV mempunyai peralatan cetak yang jauh lebih lengkap dan canggih dibandingkan dengan percetakan koran bangsa Indonesia.
Matinya majalah dan koran bermutu di masa Demokrasi Liberal kemungkinan besar disebabkan oleh mismanajemen atau salah urus baik dibidang teknik redaksional, teknis peralatan, keuangan, dan bernagai urusan perusahaan lainnya. Disamping itu munculnya koran dan majalah yang isinya mengarah ke pornografi membuat keadaan semakin buruk.
Di masa awal pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, surat kabar dan majalah yang tidak bersedia ikut serta dalam gelombang Demokrasi Terpimpin harus menyingkir atau disingkirkan. Semakin lama peaturan ini semakin ketat. Di Jakarta, keluar larangan berpolitik dalam segala bentuk termasuk dalam bentuk tulis-menulis. Khusus mengenai pers ada Sembilan ketentuan yang salah satunya adalah pers dan alat-akat penyiaran lainnya dilarang melakukan penyiaran kegiatan politik yang langsung dapat mempengaruhi haluan Negara, dan tidak bersumber pada badan pemerintahan yang berwenang untuk itu.
SIT adalah Surat Izin Terbit dan SIC adalah Surat Izin Cetak yang pada masa Demokrasi Terpimpin sukar mendapatkannya. Semua penerbit pada tahun 1960 diwajibkan mengajukan permohonan SIT, sebagai pengesahan dillakukannya kegiatan penyiaran. Pada bagian bawah permohonan SIT tercantum 19 pasal pernyataan yang mengandung janji penanggung jawab surat kabar tersebut yaitu jika ia diberi SIT akan mendukung jawab surat kabar tersebut yaitu jika ia diberi SIT akan mendukung Manipol-Usdek dan akan mematuhi pedoman yang telah dan akan dikeluarkan oleh penguasa. Pernyataan ini dengan mudah dipergunakan oleh penguasa sebagai alat penekan surat kabar.
PWI sebagai satu-satunya organisasi wartawan yang diakui pemerintahdi masaDemokrasi Terpimpin dikelola oleh wartawan-wartawan berpaham komunis dan yang bersimpati pada paham ini. PKI berusaha menguasai PWI dengan sekuat tenaga karena melalui PWI, SPS, dan Pancatunggal SIT dan SIC dikeluarkan. Dengan demikian dapat menentukan siapa yang bisa diberi SIT dan SIC.
BPS singkatan dari Badan Pendukung/Penyebar Soekarnoisme. Badan ini dibentuk untuk menandingi organisasi yang berinduk pada PKI. Tokohnya yang terkenal adalah Sajuti Melik BPS tidak menyetujui Nasakaom tetapi setuju dengan Nasasos (Naionalis, Agama, Sosialis). Koran pendukung BPS harus bersedia memuat tulisan Sajuti Melik sebagai usaha mengimbangi dan mengadakan perlawanan PKI. BPS ditentang PKI dengan tuduhan BPS hendak mengadakan PWI tandingan. Sehingga perang pena dan fitnah pun terjadi.
Sewaktu menerbitkan Berita Yudha, Jenderal Ahmad Yani menyadari di masa Demokrasi Terpimpin itu akan sangat membahayakan masyarakat apabila tidak ada lagi pegangan dan hanya mendapat satu sumber berita. Saat itu hanya ada suara dari PKI, karena itu perlu diambil alih dengan segera harian pendukung BPS Berita Indonesia dan mengganti namanya Berita Yudha dengan motto: Untuk Mempertinggi Ketahanan Revolusi Indonesia. Sedangkan Jenderal A. H Nasution juga menerbitkan surat kabar bernama Angkatan Bersenjata dengan inti tujuan yang sama.
Beberapa factor penunjang keberhasilan PKI dalam bidang pers dan media massa yaitu:
1)     Disiplin kerja. Dengan disiplin kerja, mereka bersedia menyingkirkan pendapat pribadi dengan patuh pada indtruksi atasan.
2)     Jaminan Sosial. Mereka mendapat jaminan dalam kehidupannya.
3)    Hubungan dengan fungsionaris/tokoh partai. Hubungan ini akan mempermudah control atas tiap anggota.
Sebagai langkah awal dalam usaha merumuskan kehidupan pers nasional sesuai dengan dasar Negara Pancasila dan UUD 1945, adalah dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS No. XXXII/MPRS/1966 pada tanggal 6 Juli 1966. Kalangan pers menyambut keluarnya ketetapan MPRS tersebut dengan pencetusan Deklarasi Wartawan Indonesia, yang dihasilkan oleh konferensi Kerja PWI di Pasir Putih Jawa Timur pada tanggal 13-15 Oktober 1966.Setelah DPR berhasil merealisasikan UU No. 11/1966 sebagai UU Pokok Pers pada tanggal 12 Desember 1966, masalah selanjutnya adalah mengenai kesepakatan dalam penafsiran dari UU Pokok Pers tersebut, terutama masalah fungsi, kewajiban dan hak per situ sendiri.Dalam usaha memantapkan penafsiran serta pelaksaan UU Pokok Pers dalam praktiknya, amak dibentuklah Dewan Pers. Dewan Pers merupakan pendamping pemerintah untuk bersama-sama membina pertumbuhan dan perkembangan pers nasional. Selama masa 4 tahun pertama pemerintahan Orde Baru, meski pemerintah menghadapi berbagai masalah stabilitas dan rehabilitas i keamanan, politik pemerinta dan ekonomi, telah diisi dengan langkah-langkah awal peletakan kerangka dasar bagi pembangunan pers Pancasila.Tahap selanjutnya adalah tahap pemantapan menuju tahap pemapanan diri dalam pers nasional. Pada tahap ini upaya yang dialkukan adalah penerapan mekanisme interaksi positif antara pers, masyarakat dan pemerintah.


REFORMASI PERS SKARANG

-Masa Orde Baru dan Era Reformasi
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno dan masa pemerintahan Presiden Soeharto sangat dibatasi oleh kepentingan pemerintah. Pers dipaksa untuk memuat setiap berita harus tidak boleh bertentangan dengan pemerintah, di era pemerintahan Soekarno dan Soeharto, kebebasan pers ada, tetapi lebih terbatas untuk memperkuat status quo, ketimbang guna membangun keseimbangan antarfungsi eksekutif, legislatif, yudikatif, dan kontrol publik (termasuk pers). Karenanya, tidak mengherankan bila kebebasan pers saat itu lebih tampak sebagai wujud kebebasan (bebasnya) pemerintah, dibanding bebasnya pengelola media dan konsumen pers, untuk menentukan corak dan arah isi pers.
Bagi Indonesia sendiri, pengekangan pemerintah terhadap pers di mulai tahun 1846, yaitu ketika pemerintah kolonial Belanda mengharuskan adanya surat izin atau sensor atas penerbitan pers di Batavia, Semarang, dan Surabaya. Sejak itu pula, pendapat tentang kebebasan pers terbelah. Satu pihak menolak adanya surat izin terbit, sensor, dan pembredelan, namun di pihak lain mengatakan bahwa kontrol terhadap pers perlu dilakukan.
Sebagai contoh adanya pembatasan terhadap pers dengan adanya SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) sesuai dengan Permenpen 01/1984 Pasal 33h. Dengan definisi ”pers yang bebas dan bertanggung jawab”, SIUPP merupakan lembaga yang menerbitkan pers dan pembredelan.
Terjadinya pembredelan Tempo, Detik, Editor pada 21 Juni 1994, mengisyaratkan ketidakmampuan sistem hukum pers mengembangkan konsep pers yang bebas dan bertanggung jawab secara hukum. Ini adalah contoh pers yang otoriter yang di kembangkan pada rezim orde baru.
Tak ada demokrasi tanpa kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak paling mendasar dalam kehidupan bernegara. Sesuai Prinsip Hukum dan Demokrasi, bahwa perlindungan hukum dan kepastian hukum dalam menegakkan hukum perlu ada keterbukaan dan pelibatan peran serta masyarakat. Untuk itu, kebebasan pers, hak wartawan dalam menjalankan fungsi mencari dan menyebarkan informasi harus dipenuhi, dihormati, dan dilindungi. Hal ini sesuai dengan UUD 45 Pasal 28 tentang kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat.
Suatu pencerahan datang kepada kebebasan pers, setelah runtuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998. Pada saat itu rakyat menginginkan adanya reformasi pada segala bidang baik ekonomi, sosial, budaya yang pada masa orde baru terbelenggu. Tumbuhnya pers pada masa reformasi merupakan hal yang menguntungkan bagi masyarakat. Kehadiran pers saat ini dianggap sudah mampu mengisi kekosongan ruang publik yang menjadi celah antara penguasa dan rakyat. Dalam kerangka ini, pers telah memainkan peran sentral dengan memasok dan menyebarluaskan informasi yang diperluaskan untuk penentuan sikap, dan memfasilitasi pembentukan opini publik dalam rangka mencapai konsensus bersama atau mengontrol kekuasaan penyelenggara negara.
Peran inilah yang selama ini telah dimainkan dengan baik oleh pers Indonesia. Setidaknya, antusias responden terhadap peran pers dalam mendorong pembentukan opini publik yang berkaitan dengan persoalan-persoalan bangsa selama ini mencerminkan keberhasilan tersebut.
Setelah reformasi bergulir tahun 1998, pers Indonesia mengalami perubahan yang luar biasa dalam mengekspresikan kebebasan. Fenomena itu ditandai dengan munculnya media-media baru cetak dan elektronik dengan berbagai kemasan dan segmen. Keberanian pers dalam mengkritik penguasa juga menjadi ciri baru pers Indonesia.
Pers yang bebas merupakan salah satu komponen yang paling esensial dari masyarakat yang demokratis, sebagai prasyarat bagi perkembangan sosial dan ekonomi yang baik. Keseimbangan antara kebebasan pers dengan tanggung jawab sosial menjadi sesuatu hal yang penting. Hal yang pertama dan utama, perlu dijaga jangan sampai muncul ada tirani media terhadap publik. Sampai pada konteks ini, publik harus tetap mendapatkan informasi yang benar, dan bukan benar sekadar menurut media. Pers diharapkan memberikan berita harus dengan se-objektif mungkin, hal ini berguna agar tidak terjadi ketimpangan antara rakyat dengan pemimpinnya mengenai informasi tentang jalannya pemerintahan.
Sungguh ironi, dalam sistem politik yang relatif terbuka saat ini, pers Indonesia cenderung memperlihatkan performa dan sikap yang dilematis. Di satu sisi, kebebasan yang diperoleh seiring tumbangnya rezim Orde Baru membuat media massa Indonesia leluasa mengembangkan isi pemberitaan. Namun, di sisi lain, kebebasan tersebut juga sering kali tereksploitasi oleh sebagian industri media untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan mengabaikan fungsinya sebagai instrumen pendidik masyarakat. Bukan hanya sekedar celah antara rakyat dengan pemimpin, tetapi pers diharapkan dapat memberikan pendidikan untuk masyarakat agar dapat membentuk karakter bangsa yang bermoral. Kebebasan pers dikeluhkan, digugat dan dikecam banyak pihak karena berubah menjadi ”kebablasan pers”. Hal itu jelas sekali terlihat pada media-media yang menyajikan berita politik dan hiburan (seks). Media-media tersebut cenderung mengumbar berita provokatif, sensasional, ataupun terjebak mengumbar kecabulan.
Ada hal lain yang harus diperhatikan oleh pers, yaitu dalam membuat informasi jangan melecehkan masalah agama, ras, suku, dan kebudayaan lain, biarlah hal ini berkembang sesuai dengan apa yang mereka yakini.
Sayangnya, berkembangnya kebebasan pers juga membawa pengaruh pada masuknya liberalisasi ekonomi dan budaya ke dunia media massa, yang sering kali mengabaikan unsur pendidikan. Arus liberalisasi yang menerpa pers, menyebabkan Liberalisasi ekonomi juga makin mengesankan bahwa semua acara atau pemuatan rubrik di media massa sangat kental dengan upaya komersialisasi. Sosok idealisme nyaris tidak tercermin dalam tampilan media massa saat ini. Sebagai dampak dari komersialisasi yang berlebihan dalam media massa saat ini, eksploitasi terhadap semua hal yang mampu membangkitkan minat orang untuk menonton atau membaca pun menjadi sajian sehari-hari.
Ide tentang kebebasan pers yang kemudian menjadi sebuah akidah pelaku industri pers di Indonesia. Ada dua pandangan besar mengenai kebebasan pers ini. Satu sisi, yaitu berlandaskan pada pandangan naturalistik atau libertarian, dan pandangan teori tanggung jawab sosial.
Menurut pandangan libertarian, semenjak lahir manusia memiliki hak-hak alamiah yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun, termasuk oleh pemerintahan. Dengan asumsi seperti ini, teori libertarian menganggap sensor sebagai kejahatan. Hal ini dilandaskan pada tiga argumen. Pertama, sensor melanggar hak alamiah manusia untuk berekspresi secara bebas. Kedua, sensor memungkinkan tiran mengukuhkan kekuasaannya dengan mengorbankan kepentingan orang banyak. Ketiga, sensor menghalangi upaya pencarian kebenaran. Untuk menemukan kebenaran, manusia membutuhkan akses terhadap informasi dan gagasan, bukan hanya yang disodorkan kepadanya.
Kebebasan pers sekarang yang dipimpin presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, negara dan bangsa kita membutuhkan kebebasan pers yang bertanggung jawab (free and responsible press). Sebuah perpaduan ideal antara kebebasan pers dan kesadaran pengelola media massa (insan pers), khususnya untuk tidak berbuat semena-mena dengan kemampuan, kekuatan serta kekuasaan media massa (the power of the press). Di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, kebebasan pers Indonesia idealnya dibangun di atas landasan kebersamaan kepentingan pengelola media, dan kepentingan target pelayanannya, tidak peduli apakah mereka itu mewakili kepentingan negara (pemerintah), atau kepentingan rakyat.
Dalam kerangka kebersamaan kepentingan dimaksud, diharap aktualisasi kebebasan pers nasional kita, tidak hanya akan memenuhi kepentingan sepihak, baik kepentingan pengelola (sumber), maupun teratas pada pemenuhan kepentingan sasaran (publik media). Pers harus tanggap terhadap situasi publik, karena ketidakberdayaan publik untuk mengapresiasikan pendapatnya kepada pemimpin pers harus berperan sebagai fasilitator untuk dapat mengapresiasikan apa yang diinginkan.
Reformasi
Pada massa reformasi, pers bebas tanpa batasan pembaruan izin. SIUPP dihapus sejalan dengan Departemen Penerangan yang ditiadakan lagi. Dengan kebebasan pers yang diberikan negara, pers berkembang pesat dari segi ekonomi maupun politik hingga mencapai segementasi pasar kecil sekalipun.
Tidak adanya SIUPP berarti siapa saja bisa membuat sebuah media massa. Ajaran keseimbangan antara kebebasan dengan tanggung jawab pers di era reformasi tercermin didalam UU Pers. Dalam p[raktiknya oleh sebagian penerbitan pers justru kebebasan lebih diutamakan dari pada tanggung jawabnya. Akibatnya ada sebagian penerbitan pe rs terjebak dalam atribsi pers kuning (yellow pers), pers pop (popular pers) dan pers ”kebablasan”. Namun sebagian lagi tetap mengutamakan mutu jurnalistik.
Mengenai kebijakan media didalam sistem pers pada zaman reformasi sepenuhnya berada di tangan pemilik media. Kebijakan komunikasi dan pemerintah lebih berupa imbauan kepada media agar mematuhi rambu-rambu etika dan hukum yang berlaku.
Dalam sistem pers otoriter (Orde baru dan Orde Lama) keredaksian ditentukan oleh pemerintah. Sedangkan kebijakan Redaksi harus sesuai dengan kebijakan komunikasi pemerintah.
Fenomena pers bebas muncul semenjak keberadaan era reformasi dan terutama semenjak berlakunya UU No 40 Tahun 1999 tentang pers. Baik secara tegas maupun secara implisit semua konsep pers bebas itu terdapat didalam sejumlah undang-undang baru antara lain, UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 40 Tahun 1999 tentang pers.
Dengan masuknya paradigma kebebasan pers yang sangat luas di Indonesia saat ini ternyata muncul akses yang cukup besar bahkan rawan. Terjadi banyak pelanggaran terhadap UU Pers dan terhadap kode etik jurnalistik baik oleh kalangan pers itu sendiri, maupun oleh masyarakat.
Sistem Pers Indonesia

Berdasarkan filosofi model teori media oleh Ralph Lowenstein, tipe sistem pers Indonesia adalah Social Libertarian.
Tipe Social Libertarian adalah sistem dimana media massa bebas, tetapi ada kontrol minimal dari pemerintah untuk menghilangkan hambatan pada saluran komunikasi dan menjamin pelaksanaan semangat filosofi liberal.
Yang dimaksud dengan kontrol minimal dari pemerintah adalah, media massa memiliki kebebasan mutlak sebagai media yang menjalankan fungsinya dengan benar (Media Informasi, kontrol sosial, hiburan, pendidikan, kontrol politik), namun pemerintah membatasi dengan berkedudukan sebagai filter / penyaring (Komisi Penyiaran Indonesia).


PEMBAHASAN
A. Pengertian Pers
Asal kata jurnalistik itu sendiri adalah Journal atau Du Jour yang berarti hari, di mana segala berita atau warga sehari termuat dalam lembaran yang tercetak. Karenanya kemajuan teknologi sehingga ditemukan alat percetakan surat kabar dengan sistem silinder (rotasi), maka istilah pers muncul.
Secara etimologis, kata pers dalam bahasa Belanda, atau perss dalam bahasa Inggris, berasal dari bahasa Latin, yaitu pressaredari kata premere yang berarti tekan atau cetak. Dalam pengertian umum, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan I.Taufik dalam bukunya Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia. Menurutnya, pers adalah suatu alat yang terdiri dari dua lembar besi atau baja yang di antara kedua lembar tersebut dapat diletakkan suatu barang (kertas), sehingga apa yang hendak ditulis atau digambar akan tampak pada kertas tersebut dengan cara menekannya.
Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia jilid 13 disebutkan bahwa pers memiliki dua arti, yaitu arti luas da arti sempit. Dalam arti luas, pers adalah seluruh media baik elektronik maupun cetak yang menyampaikan laporan dalam bentuk fakta, ulasan, laporan, dan gambar kepada masyarakat luas secara regular. Dalam arti sempit, pers hanya terbatas media cetak seperti surat kabar harian, surat kabar mingguan, bulletin dan majalah.  Secara yuridis formal, pengertian pers disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) UU No.40 tahun 1999 tentang pers yang menjelaskan bahwa “pers adalah lembaga sosila dan wahana komunikasi massa yang melakukan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara, suara dan gambar, data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronik, dan segala jenis jalur yang tersedia”.
B.Fungsi Pers
Dalam bab II pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers disebutkan bahwa “Pers mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.” Sedangkan pada ayat (2) disebutkan bahwa, “Pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Empat fungsi pers secara lebih jelas sebagai berikut :
1. Informasi (to inform)
Fungsi Pers sebagai media informasi adalah sarana untuk menyampaikan informasi secepatnya kepada masyarakat luas. Berbagai keinginan, aspirasi, pendapat, sikap, perasaan manusia bisa disebarkan melalui pers.
Penyampaian informasi tersebut dengan ketentuan bahwa informasi yang disampaikan harus memenuhi kriteria dasar yaitu aktual, akurat, faktual, menarik, penting benar, lengkap, jelas, jujur, adil, berimbang, relevan, bermanfaat, dan etis.
2. Pendidikan (to educated)
Fungsi penidikan ini antara lain membedakan pers sebagai lembaga kemasyarakatan dengan lembaga kemasyarakatan yang lain. Sebagai lembaga ekonomi, pers memang dituntut berorientasi komersial untuk memperoleh keuntungan finansial.
Pers sebagai media pendidikan ini mencakup semua sektor kehidupan baik ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Pers memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan pendidikan politik sehingga masyarakat memahami model Pilkada yang baru kali pertama digelar.
3. Hiburan (to entertaint)
Sebagai media hiburan, pers harus mampu memerankan dirinya sebagai wahana rekreasi yang menyenangkan sekaligus yang menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat.
Hiburan disini bukan dalam arti menyajikan tulisan-tulisan atau informasi-informasi mengenai jnis-jenis hiburan yang disenangi masyarakat. Akan tetapi menghibur dalam arti menarik pembaca dengan menyuguhkan hal-hal yang ringan di antara sekian banyak informasi berita yang berat dan serius.
4. Kontrol Sosial (Social control)
Pers sebagai alat kontrol sosial adalah menyampaikan (memberitakan) peristiwa buruk, keadaan yang tidak pada tempatnya dan ihwal yang menyalahi aturan, supaya peristiwa buruk tersebut tidak terulang lagi. Selain itu kesadaran berbuat baik serta mentaati peraturan semakin inggi, Hal ini juga demin menegakkan kebenaran dan keadilan.
Dengan fungsi kontrol sosial yang dimilikinya tersebut pers disebut sebagai institusi sosial yang tak pernah tidur.

C. Perkembangan Pers di Indonesia
1. Pers di Era Kolonial (tahun 1744 sampai awal abad 19)
Era kolonial memiliki batasan hingga akhir abad 19. Pada mulanya pemerintahan kolonial Belanda menerbitkan surat kabar berbahsa belanda kemudian masyarakat Indo Raya dan Cian juga menerbitkan suratkabar dalam bahasa Belanda, Cina dan bahasa daerah.
Dalam era ini dapat diketahui bahwa Bataviasche Nuvelles en politique Raisonnementen yang terbit pada Agustus 1744 di Batavia (Jakarta) merupakan surat kabar pertama di Indonesia. Namun pada Juni 1776 surat kabar ini dibredel. Sampai pertengahan abad 19, setidaknya ada 30 surat kabar yang dterbitkan dalam bahasa Belanda, 27 suratkabar berbahasa Indonesia dan satu surat kabar berbahasa Jawa.
2. Pers di masa Penjajahan Jepang (1942 - 1945)
Era ini berlangsung dari 1942 hingga 1945. orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya melainkan dengan jalan lain seperti organisasi keagamaan , pendidikan dan politik. Hal ini menunjukkan bahwa di masa Jepang pers Indonesia tertekan. Surat kabar yang beredar pada zaman penjajahan Belanda dilarang beredar. Pada era ini pers Indonesia mengalami kemajuan dalam hal teknis namun juga mulai diberlakukannya izin penerbitan pers.
Selain itu Jepang juga mendirikan Jawa Shinbun Kai dan cabang kantor berita Domei dengan menggabungkan dua kantor berita yang ada di Indonesia yakni Aneta dan Antara.
Selama masa ini, terbit beberapa media (harian), yaitu: Asia Raya di Jakarta, Sinar Baru di Semarang, Suara Asia di Surabaya, Tjahaya di Bandung
3. Pers dimasa Orde Lama atau Pers Terpimpin (1957 - 1965)
Lebih kurang 10 hari setelah Dekrit Presiden RI menyatakan kembali ke UUD 1945, tindakan tekanan pers terus berlangsung, yaitu pembredelan terhadap kantor berita PIA dan surat kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po dilakukan oleh penguasa perang Jakarta. Hal ini tercermin dari pidato Menteri Muda Penerangan Maladi dalam menyambut HUT Proklamasi Kemerdckaan RI ke-14, antara lain: “Hak kebebasan individu disesuaikan dengan hak kolektif seluruh bangsa dalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berpikir, menyatakan pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana dijamin UUD 1945 harus ada batasnya: keamanan negara, kepentingan bangsa, moral dan kepribadian Indonesia, serta tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa”.
Awal tahun 1960 penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda Maladi bahwa “langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap surat kabar, majalah-majalah, dan kantor-kantor berita yang tidak menaati peraturan yang diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional”. Masih tahun 1960 penguasa perang mulai mengenakan sanksi-sanksi perizinan terhadap pers.
Tahun 1964 kondisi kebebasan pers makin buruk: digambarkan oleh E.C. Smith dengan mengutip dari Army Handbook bahwa Kementerian Penerangan dan badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers. Perubahan ada hampir tidak lebih sekedar perubahan sumber wewenang, karena sensor tetap ketat dan dilakukan secara sepihak.
4. Pers di era demokrasi Pancasila dan Orde lama
Awal masa kepemimpinan pemerintahan Orde Baru bahwa akan membuang jauh-jauh praktik demokrasi terpimpin dan mengganti demokrasi Pancasila. Pernyataan ini membuat semua tokoh bangsa Indonesia menyambut dengan antusias sehingga lahirlah istilah pers Pancasila.
Pemerintah Orde Baru sangat menekankan pentingnya pemahaman tentang pers pancasila. Dalam rumusan Sidang Pleno XXV Dewan Pers (Desember 1984), pers pancasila adalah pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkab lakunya didasarkan nilai-nilai pancasila dan UUD’45 Hakikat pers pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif.
Masa “bulan madu” antara pers dan pemerintah ketika dipermanis dengan keluarnya Undang-Undang Pokok Pers (UUPP) Nomor II tahun 1966, yang dijamin tidak ada sensor dan pembredelan, serta penegasan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menerbitkan pers yang bersifat kolektif dan tidak diperlukan surat ijin terbit. Kemesraan ini hanya berlangsung kurang lebih delapan tahun karena sejak terjadinya “Peristiwa Malari” (Peristiwa Lima Belas Januari 1974), kebebasan pers mengalami set-back (kembali seperti zaman Orde Lama).
5. Pers di masa pasca Reformasi
Pada tanggal 21 Mei 1998 orde baru tumbang dan mulailah era reformasi. Tuntutan reformasi bergema ke semua sektor kehidupan, termasuk sektor kehidupan pers. Selama rezim orde lama dan ditambah dengan 32 tahun di bawah rezim orde baru, pers Indonesia tidak berdaya karena senantiasa ada di bawah bayang-bayang ancaman pencabutah surat izin terbit.
Sejak masa reformasi tahun 1998, pers nasional kembali menikmati kebebasan pers. Hal ini sejalan dengan alam reformasi, keterbukaan, dan demokrasi yang diperjuangkan rakyat Indonesia. Akibatnya, awal reformasi banyak bermunculan penerbitan pers atau koran, majalah, atau tabloid baru. Di Era reformasi pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Hal ini disambut gembira dikalangan pers, karena tercatat beberapa kemajuan penting dibanding dengan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pers (UUPP).
Dalam Undang-Undang ini, dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara (pasal 4). Itulah sebabnya mengapa tidak lagi disinggung perlu tidaknya surat ijin terbit, yaitu terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran sebagaimana tercantum dalam pasal 4 ayat 2.
Pada masa reformasi, Undang-Undang tentang pers No. 40 1999, maka pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:

    Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi.
    Menegakkan nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan.
    Mengembangkan pendapat umum berdasar informasi yang tepat, akurat, dan benar.
    Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
    Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak. Tujuannya agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi. Hal ini digunakan jika wartawan dimintai keterangan pejabat penyidik atau dimintai mnejadi saksi di pengadilan.

KESIMPULAN
Media adalah suatu alat yang digunakan seseorang untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat luas. Media massa juga merupakan media yang selalu menjadi perhatian masyarakat. kehidupan masyarakat pada masa sekarang ini hampir tidak pernah lepas dari media massa baik itu televisi, Koran, radio, atau internet.
Keefektifan serta peranannya yang begitu hebat menjadikan media massa menjadi salah satu komponen penting bagi pembentukan kepribadian masyarakat.
Pers pada masa penjajahan baik Jepang maupun Belanda, masih sedikit dan diawasi dengan ketat oleh pihak penjajah itu sendiri. Pers pada masa demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin (orde lama) mulai menikmati kebebasan pers yang lebih luas namun pers pada masa orde lama lebih cenderung digunakan sebagai sarana untuk menyiarkan kebijakan pemerintah maupun partai oposisi. Pers pada masa orde baru mirip pada masa orde lama, dan banyak terjadi pembredelan media cetak yang tidak sesuai dengan ‘selera’ presiden pada masa reformasi kegiatan jurnalisme telah dilindungi Undang-Undang Penyiaran dan Kode etik pers, selain itu pers juga menjadi lebih terbuka dalam menyampaikan pemberitaan karena tidak ada lagi ancaman pembredelan seperti dulu.

Nama      : John Snuterz
Kelas       : XII-IPA

Sabtu, 25 Oktober 2014

Perbedaan kelompok sosial di kota dan di desa berdasarkan hubungan sosial dan pola pikirnya

Desa dan Kota - John Snuterz Blog's
MASYARAKAT PERKOTAAN, ASPEK-ASPEK POSITIF DAN NEGATIF

PENGERTIAN MASYARAKAT
Beberapa definisi mengenai masyarakat dari para sarjana, seperti misalnya :
1. R. Linton : Seorang ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam suatu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
2. M.J. Herskovits : Mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti satu cara hidup tertentu.
3. J.L. Gillin dan J.P. Gillin : Mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama.
4. S.R. Steinmetz : Seorang sosiolog bangsa Belanda mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar, yang meliputi pengelompokkan-pengelompokkan manusia yang lebih kecil, yang mempunyai perhubungan yang erat ada teratur.
5. Hasan Shdily : Mendefinisikan masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan pengaruh bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain.

SYARAT-SYARAT MENJADI MASYARAKAT
Mengingat definisi-definisi masyarakat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
a. Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang.
b. Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu.
c. Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.

PENGERTIAN MASYARAKAT PERKOTAAN
Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Perhatian khusus masyarakat kota tidak terbatas pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan, dan perumahan, tetapi mempunyai perhatian lebih luas lagi. Orang-orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup, artinya oleh hanya sekadarnya atau apa adanya. Hal ini disebabkan oleh karena pandangan warga kota sekitarnya. Kalau menghidangkannya mempunyai kedudukan sosial yang tinggi. Bila ada tamu misalnya, diusahakan menghidangkan makanan-makanan yang ada dalam kaleng. Pada orang-orang desa ada kesan, bahwa mereka masak masakan itu sendiri tanpa memperdulikan apakah tamu-tamunya suka atau tidak. Pada orang kota, makanan yang dihidangkan harus kelihatan mewah dan tempat penghidangannya juga harus mewah dan terhormat. Disini terlihat perbedaan penilaian. Orang desa memandang makanan sebagai suatu alat memenuhi kebutuhan biologis, sedangkan pada orang kota, makanan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sosial.

TIPE MASYARAKAT
Apabila kita berbicara tentang masyarakat, terutama jika kita mengemukakannya dari sudut antropologi, maka kita mempunyai kecenderungan untuk melihat 2 tipe masyarakat :
Pertama, satu masyarakat kecil yang belum begitu kompleks, yang belum mengenal pembagian kerja, belum mengenal struktur dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajari sebagai satu kesatuan.
Kedua, masyarakat yang sudah kompleks, yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala bidang, karena ilmu pengetahuan modern sudah maju, teknologi maju, sudah mengenal tulisan, satu masyarakat yang sukar diselidiki dengan baik dan didekati sebagian saja.

Sebenarnya, pembagian masyarakat dalam 2 tipe itu hanya untuk keperluan penyelidikan saja. Dalam satu masa sejarah antropologi, masyarakat yang sederhana itu menjadi objek penyelidikan dari antropologi, khususnya antropologi sosial. Sedang masyarakat yang kompleks adalah terjadi objek penyelidikan sosiologi.

CIRI-CIRI MASYARAKAT KOTA
Beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota, yaitu :
1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Kegiatan-kegiatan keagamaan hanya setempat di tempat-tempat peribadatan, seperti : masjid atau gereja. Sedangkan di luar itu, kehidupan masyarakat berada dalam lingkungan ekonomi dan perdagangan. Cara kehidupan demikian mempunyai kecenderungan ke arah keduniawian, bila dibandingkan dengan kehidupan warga masyarakat desa yang cenderung ke arah keagamaan.
2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang-orang lain. Yang terpenting di sini adalah manusia perorangan atau individu. Di kota-kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, sebab perbedaan kepentingan, paham politik, perbedaan agama, dan sebagainya.
3. Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa. Pekerjaan para warga desa lebih bersifat seragam, terutama dalam bidang bertani. Oleh karena itu pada masyarakat desa tidak banyak dijumpai pembagian kerja berdasarkan keahlian. Lain halnya di kota, pembagian kerja sudah meluas, sudah ada macam-macam kegiatan industri, sehingga tidak hanya terbatas pada satu sektor pekerjaan.\
Singkatnya di kota banyak jenis-jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh warga-warga kota, mulai dari pekerjaan yang sederhana sampai pada yang bersifat teknologi.
5. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
6. Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
7. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar. Hal ini sering menimbulkan pertentangan antara golongan tua dengan golongan muda. Oleh karena itu, golongan muda yang belum sepenuhnya terwujud kepribadiannya lebih sering mengikuti pola-pola baru dalam kehidupannya.

PERBEDAAN DESA DAN KOTA
Beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota, yakni :
a. Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Jumlah dan kepadatan penduduk di desa sedikit, tanah untuk keperluan perumahan cenderung ke arah horizontal, jarang ada bangunan rumah bertingkat. Sedangkan kota memiliki penduduk yang jumlahnya lebih banyak daripada desa.

b. Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup di pedesaan terasa lebih dekat dengan alam bebas. Udaranya bersih, sinar matahari cukup, tanahnya segar diselimuti berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dan berbagai satwa. Hal tersebut sangat berlainan dengan lingkungan perkotaan yang sebagian besar dilapisi beton dan aspal, bangunan-bangunan menjulang tinggi saling berdesak-desakan dan kadang-kadang berdampingan dn berhimpitan dengan gubug-gubug liar dan pemukiman yang padat.

c. Mata Pencaharian
Kegiatan utama penduduk desa berada di sektor ekonomi primer yaitu bidang agraris. Kehidupan ekonomi terutama tergantung pada usaha pengelolaan tanah untuk keperluan pertanian, peternakan, dan termasuk juga perikanan darat. Sedangkan kota merupakan pusat kegiatan sektor ekonomi sekunder yang meliputi bidang industri, disamping sektor ekonomi tertier yaitu bidang pelayanan jasa. Jadi kegiatan di desa adalah mengolah alam untuk memperoleh bahan-bahan mentah, baik bahan kebutuhan pangan, sandang, maupun lain-lain bahan mentah untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. Sedangkan kota mengolah bahan-bahan mentah yang berasal dari desa menjadi bahan-bahan setengah jadi atau mengolahnya sehingga berwujud bahan jadi yang dapat segera dikonsumsikan.

d. Corak Kehidupan Sosial
Corak kehidupan sosial di desa dapat dikatakan masih homogen. Sebaliknya di kota sangat heterogen, karena di sana saling bertemu berbagai suku bangsa, agama, kelompok, dan masing-masing memiliki kepentingan yang berlainan.

e. Stratifikasi Sosial
Sistem pelapisan sosial (stratifikasi sosial) kota jauh lebih kompleks daripada di desa.

f. Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial di kota jauh lebih besar daripada di desa. Di kota, seseorang memiliki kesempatan lebih besar untuk mengalami mobilitas sosial, baik vertikal yaitu perpindahan kedudukan yang lebih tinggi atau lebih rendah, maupun horizontal yaitu perpindahan ke pekerjaan lain yang setingkat.

g. Pola Interaksi Sosial
Pada masyarakat pedesaan, yang sangat berperan dalam interaksi dan hubungan sosial adalah motif-motif sosial

h. Solidaritas Sosial
Solidaritas pada masyarakat pedesaan timbul karena adanya kesamaan-kesamaan kemasyarakatan, seperti kesamaan adat kebiasaan, kesamaan tujuan, dan kesamaan pengalaman. Sebaliknya solidaritas pada masyarakat perkotaan justru terbentuk karena adanya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat, sehingga orang terpaksa masuk ke dalam kelompok-kelompok tertentu, misalnya saja serikat buruh, himpunan pengusaha, atau persatuan artis.

i. Kedudukan Dalam Hierarki Sistem Administrasi Nasional


HUBUNGAN DESA DAN KOTA

Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar di antara keduanya terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan, karena di antara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan seperti beras, sayur-mayur, daging, dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota, misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan, proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja-pekerja musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan di bidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yang juga diperlukan oleh orang desa seperti bahan-bahan pakaian, alat dan obat-obatan pembasmi hama pertanian, minyak tanah. Kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang-bidang jasa yang dibutuhkan oleh orang desa tetapi tidak dapat dilakukannya sendiri.


ASPEK POSITIF DAN NEGATIF

TENTANG ASPEK POSITIF DAN NEGATIF
Untuk menunjang aktivitas warganya serta untuk memberikan suasana aman, tenteram, dan nyaman pada warganya, kota dihadapkan pada keharusan menyediakan berbagai fasilitas kehidupan dan keharusan untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul sebagai akibat aktivitas warganya. Dengan kata lain kota harus berkembang.
Perkembangan kota merupakan manifestasi dari pola kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan politik. Kesemuanya ini akan dicerminkan dalam komponen-komponen yang membentuk struktur kota tersebut. Jumlah dan kualitas komponen suatu kota sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhan kota tersebut.

UNSUR LINGKUNGAN PERKOTAAN
Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi :
1. Wisma
Unsur ini merupakan bagian ruang kota yang dipergunakan untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya, serta untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan sosial dalam keluarga.

2. Karya
Unsur ini merupakan syarat yang utama bagi eksistensi suatu kota, karena unsur ini merupakan jaminan bagi kehidupan bermasyarakat.

3. Marga
Unsur ini merupakan ruang perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan hubungan antara suatu tempat dengan tempat lainnya di dalam kota (hubungan internal), serta hubungan antara kota itu dengan kota-kota atau daerah lainnya (hubungan eksternal).

4. Suka
Unsur ini merupakan bagian dari ruang perkantoran untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan fasilitas-fasilitas hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan, dan kesenian.

5. Penyempurnaan
Unsur ini merupakan bagian yang penting bagi suatu kota, tetapi belum secara tepat tercakup ke dalam ke empat unsur di atas, termasuk fasilitas keagamaan, perkuburan kota, fasilitas pendidikan dan kesehatan, jaringan utilitas umum.

Kelima unsur pokok ini merupakan pola pokok dari komponen-komponen perkotaan yang kuantitas dan kualitasnya kemudian dirinci di dalam perencanaan suatu kota tertentu sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang spesifik untuk kota tersebut pada saat sekarang dan masa yang akan datang.

FUNGSI EXTERNAL KOTA
Fungsi dan tugas aparatur Pemerintah Kota harus ditingkatkan :
1. Aparatur kota harus dapat menangani berbagai masalah yang timbul di kota. Untuk itu, maka pengetahuan tentang administrasi kota dan perencanaan kota harus dimilikinya.
2. Kelancaran dalam pelaksanaan pembangunan dan pengaturan tata kota harus dikerjakan dengan cepat dan tepat, agar tidak disusul dengan masalah lainnya.
3. Masalah keamanan kota harus dapat ditangani dengan baik sebab kalau tidak, maka kegelisahan penduduk akan menimbulkan masalah baru.
4. Dalam rangka pemekaran kota, harus ditingkatkan kerjasama yang baik antara para pemimpin di kota dengan para pemimpin di tingkat Kabupaten, tetapi juga dapat bermanfaat bagi wilayah Kabupaten di sekitarnya.

Di pihak lain, kota mempunyai juga peran/fungsi eksternal, yakni seberapa jauh fungsi dan peran kota tersebut dalam kerangka wilayah dan daerah-daerah yang dilingkupi dan melingkupinya, baik dalam skala regional maupun nasional. Dengan pengertian ini diharapkan bahwa suatu pengembangan kota tidak mengarah pada satu organ tersendiri yang terpisah dengan daerah sekitarnya, karena keduanya saling mempengaruhi.


MASYARAKAT PEDESAAN

PENGERTIAN DESA
Sutardjo Kartohadikusuma mengemukakan bahwa desa adalah kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri.
Menurut Bintarto, desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di situ (suatu daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain.
Menurut Paul H. Landis, desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.

CIRI-CIRI DESA
Ciri-ciri desa yaitu :
a. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal-mengenal antara ribuan jiwa.
b. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.
c. Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam. Sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.

CIRI-CIRI MASYARAKAT PEDESAAN
Ciri-ciri masyarakat pedesaan antara lain sebagai berikut :
a. Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas-batas wilayahnya.
b. Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan (Gemeinschaft atau Paguyuban).
c. Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian. Pekerjaan-pekerjaan yang bukan pertanian merupakan pekerjaan sambilan (part time) yang biasanya sebagai pengisi waktu luang.
d. Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat istiadat, dan sebagainya.

Ciri-ciri masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Homogenitas Sosial
Bahwa masyarakat desa pada umumnya terdiri dari satu atau beberapa kekerabatan saja, sehingga pola hidup tingkah laku maupun kebudayaan sama/homogen. Oleh karena itu hidup di desa biasanya terasa tenteram aman dan tenang. Hal ini disebabkan oleh pola pikir, pola penyikap dan pola pandangan yang sama dari setiap warganya dalam menghadapi suatu masalah. Kebersamaan, kesederhanaan keserasian dan kemanunggalang selalu menjiwai setiap warga masyarakat desa tersebut.

b. Hubungan Primer
Pada masyarakat desa hubungan kekeluargaan dilakukan secara musyawarah. Mulai masalah-masalah umum/masalah bersama sampai masalah pribadi. Anggota masyarakat satu dengan yang lain saling mengenal secara intim. Pada masyarakat desa masalah kebersamaan dan gotong royong sangat diutamakan, walaupun secara materi mungkin sangat kurang atau tidak mengijinkan.

c. Kontrol Sosial yang Ketat
Di atas dikemukakan bahwa hubungan pada masyarakat pedesaan sangat intim dan diutamakan, sehingga setiap anggota masyarakatnya saling mengetahui masalah yang dihadapi anggota yang lain. Bahkan ikut mengurus terlalu jauh masalah dan kepentingan dari anggota masyarakat yang lain. Kekurangan dari salah satu anggota masyarakat, adalah merupakan kewajiban anggota yang lain untuk menyoroti dan membenahinya.

d. Gotong Royong
Nilai-nilai gotong royong pada masyarakat pedesaan tumbuh dengan subur dan membudaya. Semua masalah kehidupan dilaksanakan secara gotong royong, baik dalam arti gotong royong murni maupun gotong royong timbal balik. Gotong royong murni dan sukarela misalnya : melayat, mendirikan rumah dan sebagainya. Sedangkan gotong royong timbal balik misalnya : mengerjakan sawah, nyumbang dalam hajat tertentu dan sebagainya.

e. Ikatan Sosial
Setiap anggota masyaratkan desa diikat dengan nilai-nilai adat dan kebudayaan secara ketat. Bagi anggota yang tidak memenuhi norma dan kaidah yang sudah disepakati, akan dihukum dan dikeluarkan dari ikatan sosial dengan cara mengucilkan/memencilkan. Oleh karena itu setiap anggota harus patuh dan taat melaksanakan aturan yang ditentukan. Lebih-lebih bagi anggota yang baru datang, ia akan diakui menjadi anggota masyarakat tersebut (ikatan sosial tersebut)

f. Magis Religius
Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi masyarakat desa sangat mendalam. Bahkan setiap kegiatan kehidupan sehari-hari dijiwai bahkan diarahkan kepadanya. Sering kita jumpai orang Jawa mengadakan selamatan-selamatan untuk meminta rezeki, minta perlindungan, minta diampuni dan sebagainya.

g. Pola Kehidupan
Masyarakat desa bermata pencaharian di bidang agraris, baik pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Pada umumnya setiap anggota hanya mampu melaksanakan salah satu bidang kehidupan saja. Misalnya para petani, bahwa pertanian merupakan satu-satunya pekerjaan yang harus ia tekuni dengan baik. Bilamana bidang pertanian tersebut kegiatannya kosong, maka ia hanya menunggu sampai ada lagi kegiatan di bidang pertanian.

Disamping itu dalam mengolah pertanian semata-mata tetap/tidak ada perubahan atau kemajuan. Hal ini disebabkan pengetahuan dan keterampilan para petani yang masih kurang memadai. Oleh karena itu masyarakat desa sering dikatakan masyarakat yang statis dan menonton.

MACAM-MACAM PEKERJAAN GOTONG-ROYONG
Bentuk-bentuk kerjasama dalam masyarakat sering diistilahkan dengan gotong royong dan tolong-menolong.

Macam-macam pekerjaan gotong-royong (kerja bakti) ada dua macam, yaitu :
1. Kerjasama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya dari inisiatif warga masyarakat itu sendiri (biasanya diistilahkan dari bawah).
2. Kerjasama untuk pekerjaan-pekerjaan yang inisiatifnya tidak timbul dari masyarakat itu sendiri berasal dari luar (biasanya berasal dari atas).

Kerjasama jenis pertama biasanya sungguh-sungguh dirasakan kegunaannya bagi mereka, sedang jenis kedua biasanya sering kurang dipahami kegunaannya.

SIFAT DAN HAKIKAT MASYARAKAT PEDESAAN
Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh orang-orang kota sebagai masyarakat tentang damai dan harmonis sehingga oleh orang kota dianggap sebagai tempat untuk melepaskan lelah dari segala kesibukan, keramaian, dan keruwetan atau kekusutan pikir.
Maka tidak jarang orang kota melepaskan segala kelelahan dan kekusutan pikir tersebut pergilah mereka ke luar kota, karena merupakan tempat yang adem ayem, penuh ketenangan. Tetapi sebenarnya ketenangan masyarakat pedesaan itu hanyalah terbawa oleh sifat masyarakat itu yang oleh Ferdinand Tonies diistilahkan dengan masyarakat Gemeinschaft (Paguyuban). Jadi Paguyuban masyarakat itulah yang menyebabkan orang-orang kota menilai sebagai masyarakat itu tenang harmonis, rukun dan damai dengan julukan masyarakat yang adem ayem.
Tetapi sebenarnya di dalam masyarakat pedesaan ini mengenal bermacam-macam gejala, khususnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan sosial.

MACAM-MACAM GEJALA MASYARAKAT PEDESAAN
Gejala-gejala sosial pada masyarakat pedesaan adalah
a. Konflik (Pertengkaran)
Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar ke luar rumah tangga. Sedang sumber banyak pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan, dan sebagainya.

b. Kontraversi (Pertentangan)
Pertentangan ini bisa disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan (adat-istiadat), psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna (black magic). Para ahli hukum adat biasanya meninjau masalah kontraversi (pertentangan) ini dari sudut kebiasaan masyarakat.

c. Kompetisi (Persiapan)
Sesuain dengan kodratnya masyarakat pedesaan adalah manusia-manusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasanya yang antara lain mempunyai saingan dengan manifestasi sebagai sifat ini. Oleh karena itu maka wujud persaingan itu bisa positif dan bisa negatif. Positif bila persaingan wujudnya saling meningkatkan usaha untuk meningkatkan prestasi dan produksi atau output (hasil). Sebaliknya yang negatif bila persaingan ini hanya berhenti pada sifat iri,yang tidak mau berusaha sehingga kadang-kadang hanya melancarkan fitnah-fitnah saja, yang hal ini kurang ada manfaatnya sebaliknya menambah ketegangan dalam masyarakat.

d. Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain. Jadi jelas masyarakat pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktivitas, tanpa adanya suatu kegiatan tetapi kenyataannya adalah sebaliknya. Jadi apabila orang berpendapat bahwa orang desa didorong untuk bekerja lebih keras, maka hal ini tidaklah mendapat sambutan yang sangat dari para ahli.

SISTEM BUDAYA PETANI INDONESIA
Para ahli disinyalir bahwa di kalangan petani perdesaan ada suatu cara berfikir dan mentalitas yang hidup dan bersifat religo-magis.

Sistem nilai budaya petani Indonesia antara lain sebagai berikut :
a) Para petani di Indonesia di Jawa pada dasarnya menganggap bahwa hidupnya itu sebagai sesuatu hal yang buruk, penuh dosa, kesengsaraan. Tetapi itu tidak berarti bahwa ia harus menghindari hidup yang nyata dan menghindarkan diri dengan bersembunyi di dalam kebatinan atau dengan bertapa, bahkan sebaliknya wajib menyadari keburukan hidup itu dengan jelas berlaku prihatin dan kemudian sebaik-baiknya dengan penuh usaha atau ikhtiar.
b) Mereka beranggapan bahwa orang bekerja itu untuk hidup, dan kadang-kadang untuk mencapai kedudukannya.
c) Mereka berorientasi pada masa ini (sekarang), kurang memperdulikan masa depan, meraka kurang mampu untuk itu.Bahkan kadang-kadang ia rindu masa lampau, mengenang kekayaan masa lampau (menanti datangnya kembali sang ratu adil yang membawa kekayaan bagi mereka)
d) Mereka menganggap alam tidak menakutkan bila ada bencana alam atau bencana lain itu hanya merupakan sesuatu yang harus wajib diterima kurang adanya agar peristiwa-peristiwa macam itu tidak berulang kembali. Mereka cukup saja dengan menyesuaikan diri dengan alam, kurang adanya usaha untuk menguasainya.
e) Dan untuk menghadapi alam mereka cukup dengan hidup bergotong-royong, mereka sadar bahwa dalam hidup itu pada hakikatnya tergantung kepada sesamanya.

UNSUR-UNSUR DESA
Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, beserta penggunaannya, termasuk juga unsur lokasi, luas, dan batas yang merupakan lingkungan geografis setempat.
Penduduk adalah hal yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran, dan mata pencaharian penduduk desa setempat.
Tata kehidupan, dalam hal ini pola pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa. Jadi menyangkut seluk-beluk kehidupan masyarakat desa (rural society).
Ketiga unsur desa ini tidak lepas satu sama lain, artinya tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan.
Unsur daerah, penduduk dan tata kehidupan merupakan suatu kesatuan hidup atau “Living Unit”.
Unsur lain yang termasuk unsur desa yaitu, unsur letak. Letak suatu desa pada umumnya selalu jauh dari kota atau dari pusat keramaian. Unsur letak menentukan besar-kecilnya isolasi suatu daerah terhadap daerah-daerah lainnya.

FUNGSI DESA
Pertama, dalam hubungannya dengan kota, maka desa yang merupakan “hinterland” atau daerah dukung berfungsi sebagai suatu daerah pemberian bahan makanan pokok seperti padi, jagung, ketela, di samping bahan makanan lain seperti kacang, kedelai, buah-buahan, dan bahan makanan lain yang berasal dari hewan.
Kedua, desa ditinjau dari sudut potensi ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan mentah (raw material) dan tenaga kerja (man power) yang tidak kecil artinya.
Ketiga, dari segi kegiatan kerja (occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa nelayan, dan sebagainya.
Desa-desa di Jawa banyak berfungsi sebagai desa agraris.
Menurut Sutopo Yuwono : “Salah satu peranan pokok desa terletak di bidang ekonomi. Daerah pedesaan merupakan tempat produksi pangan dan produksi komoditi ekspor. Peranan yang vital menyangkut produksi pangan yang akan menentukan tingkat kerawanan dalam jangka pembinaan ketahanan nasional. Oleh karena itu, peranan masyarakat pedesaan dalam mencapai sasaran swasembada pangan adalah penting sekali, bahkan bersifat vital.”

PERBEDAAN MASYARAKAT PEDESAAN DENGAN MASYARAKAT PERKOTAAN

Masyarakat pedesaan kehidupannya berbeda dengan masyarakat perkotaan. Perbedaan-perbedaan ini berasal dari adanya perbedaan yang mendasar dari keadaan personalitas dan segi-segi kehidupan.
Mengenal ciri-ciri masyarakat pedesaan akan lebih mudah dan lebih baik dengan membandingkannya dengan kehidupan masyarakat perkotaan. Untuk menjelaskan perbedaan atau ciri-ciri dari kedua masyarakat tersebut, dapat ditelusuri dalam hal lingkungan umumnya dan orientasi terhadap alam, pekerjaan, ukuran komunitas, kepadatan penduduk, homogenitas-heterogenitas, diferensiasi sosial, pelapisan sosial, mobilitas sosial, interaksi sosial, pengendalian sosial, pola kepemimpinan, ukuran kehidupan, solidaritas sosial, dan nilai atau sistem nilainya.
1. Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam
Masyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam, disebabkan oleh lokasi geografinya di daerah desa.
Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan dan hukum-hukum alam, seperti dalam pola berpikir dan falsafah hidupnya. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di kota, yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam.

2. Pekerjaan atau Mata Pencaharian
Pada umumnya atau kebanyakan mata pencaharian daerah pedesaan adalah bertani dan berdagang sebagai pekerjaan sekunder. Namun di masyarakat perkotaan, mata pencaharian cenderung menjadi terspesialisasi, dan spesialisasi itu sendiri dapat dikembangkan.

3. Ukuran Komunitas
Dalam mata pencaharian di bidang pertanian, imbangan tanah dengan manusia cukup tinggi bila dibandingkan dengan industri; dan akibatnya daerah pedesaan mempunyai penduduk yang rendah per kilometer perseginya. Oleh karena itu, komunitas pedesaan lebih kecil daripada komunitas perkotaan.

4. Kepadatan Penduduk
Penduduk desa kepadatannya lebih rendah bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk kota. Kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dengan klasifikasi dari kota itu sendiri.

5. Homogenitas dan Heterogenitas
Homogenitas atau persamaan dalam ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan perilaku sering nampak pada masyarakat pedesaan bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan.
Di kota sebaliknya, penduduk heterogen terdiri dari orang-orang dengan macam-macam subkultur dan kesenangan, kebudayaan, dan mata pencaharian.

6. Diferensiasi Sosial
Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yang tinggi di dalam diferensiasi sosial. Kenyataan ini bertentangan dengan bagian-bagian kehidupan di masyarakat pedesaan. Tingkat homogenitas alami ini cukup tinggi, dan relatif berdiri sendiri dengan derajat yang rendah daripada diferensiasi sosial.

7. Pelapisan Sosial
Kelas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam perwujudannya seperti “piramida sosial”, yaitu kelas-kelas yang tinggi berada pada posisi atas piramida, kelas menengah ada di antara kedua tingkat kelas ekterm dari masyarakat.
Ada beberapa perbedaan “pelapisan sosial tak resmi” ini antara masyarakat desa dan masyarakat kota yakni dalam aspek kehidupan pekerjaannya, kesenjangan antara kelas ekstremnya, serta ketentuan kasta dan contoh-contoh perilakunya.

8. Mobilitas Sosial
Mobilitas sering terjadi di kota dibandingkan dengan di daerah pedesaan. Mobilitas teritorial (wilayah) di kota lebih sering ditemukan daripada di daerah pedesaan. Hal lain, mobilitas atau perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) lebih banyak ketimbang dari kota ke desa. Pergerakannya dapat terjadi secara bertahap, baik arahnya secara horizontal ataupun vertikal. Kebiasaan tersebut di desa kurang terlihat, dan di kota lebih memungkinkan dengan waktu yang relatif singkat.

9. Interaksi Sosial
Tipe interaksi sosial di desa dan di kota perbedaannya sangat kontras, baik aspek kualitasnya maupun kuantitasnya. Perbedaan yang penting dalam interaksi sosial di daerah pedesaan dan perkotaan, diantaranya :
a. Masyarakat pedesaan lebih sedikit jumlahnya dan tingkat mobilitas sosialnya rendah, maka kontak pribadi per individu lebih sedikit.
b. Dalam kontak sosial berbeda secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Penduduk kota lebih sering kontak, tetapi cenderung formal sepintas lalu, dan tidak bersifat pribadi (impersonal), tetapi melalui tugas atau kepentingan yang lain. Di desa kontak sosial terjadi lebih banyak dengan tatap muka, ramah-tamah (informal), dan pribadi.

10. Pengawasan Sosial
Tekanan sosial oleh masyarakat di pedesaan lebih kuat karena kontaknya yang bersifat pribadi dan ramah-tamah (informal), dan keadaan masyarakatnya yang homogen. Di kota pengawasn sosial lebih bersifat formal, pribadi, kurang “terkena” aturan yang ditegakkan, dan peraturan lebih menyangkut masalah pelanggaran.

11. Pola Kepemimpinan
Menentukan kepemimpinan di daerah pedesaan cenderung banyak ditentukan oleh kualitas pribadi dari individu dibandingkan dengan kota. Keadaan ini disebabkan oleh lebih luasnya kontak tatap muka, dan individu lebih banyak saling mengetahui daripada di daerah kota.

12. Standar Kehidupan
Di kota, dengan konsentrasi dan jumlah penduduk yang padat, tersedia dan ada kesanggupan dalam menyediakan kebutuhan tersebut, sedangkan di desa terkadang tidak demikian. Orientasi hidup dan pola berpikir masyarakat desa yang sederhana dan standar hidup demikian kurang mendapat perhatian.

13. Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan sosial (social solidarity) atau kepanduan dan kesatuan, pada masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan banyak ditentukan oleh masing-masing faktor yang berbeda.

14. Nilai dan Sistem Nilai
Nilai dan sistem nilai di desa dengan di kota berbeda, dan dapat diamati dalam kebiasaan, cara, dan norma yang berlaku. Pada masyarakat pedesaan, misalnya mengenai nilai-nilai keluarga, dalam masalah pola bergaul dan mencari jodoh kepada keluarga masih berperan. Dalam hal ini, masyarakat kota bertentangan atau tidak sepenuhnya sama dengan sistem nilai di desa.

Kelompok Sosial serta Perbedaan Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan


Kelompok Sosial

Ø  Menurut Sorjono Soekanto
Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan yang hidup bersama karena adanya hubungan di antara mereka secara timbal balik dan saling mempengaruhi.
Ø  Menurut Hendro Puspito
Kelompok sosial adalah suatu kumpulan nyata, teratur dan tetap dari individu-individu yang melaksanakan peran-perannya secara berkaitan guna mencapai tujuan bersama.
Ø  Menurut Paul B. Horton & Chaster L. Hunt
Kelompok sosial  adalah suatu kumpulan manusia yang memiliki kesadaran akan keanggotaannya dan saling berinteraksi.

Ciri-ciri Kelompok Sosial
1.       Merupakan satuan yang nyata dan dapat dibedakan dari kesatuan manusia yang lain.
2.       Memiliki struktur sosial, yang setiap anggotanya memiliki status dan peran tertentu.
3.       Memiliki norma-norma yang mengatur di antara hubungan para anggotanya.
4.       Memiliki kepentingan bersama
5.       Adanya interaksi dan komunikasi diantara para anggotanya.

Dasar Pembentukan Kelompok Sosial
1.       Faktor kepentingan yang sama (Common Interest)
2.       Faktor darah / keturunan yang sama (common in cestry)
3.       Faktor geografis
4.       Factor daerah asal yang sama



Klasifikasi Kelompok Sosial
1.       Klasisikasi menurut cara terbentuknya
Ø  Kelompok semu, terbentuk secara spontan
Ciri-ciri kelompok semu :
*         Tidak direncanakan
*         Tidak terorganisir
*         Tidak ada interaksi secara terus menerus
*         Tidak ada kesadaran berkelompok
*         Kehadirannya tidak konstan
Kelompok semu dibagi menjadi :
·          Crowd (kerukunan)
·          Publik
·          Massa

Crowd, dibagi menjadi :
1). Formal audiency / pendengar formal
 Ex: orang-orang mendengarkan khotbah
2). Planned expressive group
Kerumunan yang tidak begitu mementingkan pusat perhatian tetapi mempunyai persamaan tujuan. 
3). Inconvenient Causal Crowds
Kerukunan yang sifatnya terlalu sementara tetapi ingin menggunakan fasilitas-fasilitas yang sama. Ex : orang antri tiket kereta api
4).  Panic Causal Crowds
Kerukunan orang-orang panic akan menyelamatkan diri dari bahaya.
5). Spectator Causal Crowds
 Kerukunan penonton atau orang-orang ingin melihat peristiwa tertentu.
6). Ecting Low less Crowds
 Kerukunan emosional, Ex : orang demo 
7). Immoral low less crowds
 orang-orang tak bermoral, Ex : minum-minuman

Publik
sebagai kelompok semu mempunyai ciri-ciri hampir sama dengan massa, perbedaannya publik kemungkinan terbentuknya tidak pada suatu tempat yang sama. Terbentuknya publik karena ada perhatian yang disatukan oleh alat-alat komunikasi, seperti : radio, tv dan pengeras suara.

Massa
merupakan kelompok semu yang memiliki ciri-ciri hamper sama dengan kerumunan, tetapi kemungkinan terbentuknya disengaja dan direncanakan.
Ex : mendatangi gedung DPR dengan persiapan sehingga tidak bersifat spontan.

Ø  Kelompok Nyata
mempunyai beberapa ciri khusus sekalipun mempunyai berbagai macam bentuk, kelompok nyata mempunyai 1 ciri yang sama, yaitu kehadirannya selalu konstan.

Ciri-ciri Kelompok Nyata :
1).Kelompok Statistical Group
Kelompok statistic biasanya terbentuk karena dijadikan sasaran penelitian oleh ahli-ahli ststistik untuk kepentingan penelitian.
Ciri-ciri kelompok statistik :
*        Tidak direncanakan, tetapi bukan berarti sangat mendadak melainkan sudah terbentuk dengan sendirinya.
*        Tidak terorganisir
*        Tidak ada interaksi terus menerus
*        Tidak ada kesadaran berkelompok
*        Kehadirannya konstan
Berdasarkan website John Snuterz Blog's
2). Societal Group / Kelompok Kemasyarakatan
Kelompok societa memiliki kesadaran akan kesamaan jenis, seperti jenis kelamin, warna kulit, kesatuan tempat tinggal, tetapi belum ada kontak dan komunikasi di antara anggota dan tidak terlihat dalam organisasi.

3).  Kelompok sosial / social groups
Para pengamat sosial sering menyamakan antara kelompok sosial dengan masyarakat dalam arti khusus. Kelompok sosial terbentuk karena adanya unsur-unsur yang sama seperti tempat tinggal, pekerjaan, kedudukan, atau kegemaran yang sama. Kelompok sosial memiliki anggota-anggota yang berinteraksi dan berkomunikasi secara terus menerus. Contoh : ketetanggaan, teman sepermainan, teman seperjuangan, kenalan, dan sebagainya.

4). Kelompok asosiasi / associational group
Kelompok asosiasi adalah kelompok yang terorganisir dan memiliki struktur formal (kepengurusan).
Ciri-ciri kelompok asosiasi :
*        direncanakan
*        terorganisir
*        ada interaksi terus menerus
*        ada kesadaran kelompok
*        kehadirannya konstan

Klasifikasi Kelompok Nyata
1.Klasifikasi menurut erat longgarnya ikatan antar anggota
a.Gemeinschaft / paguyuban
Merupakan kelompok sosial yang anggota-anggotanya memiliki ikatan batin yang murni, bersifat alamiah dan kekal.
Ferdinand Thonies membagi menajdi 3 bagian :
  • Gemeinschaff by blood
Paguyuban karena adanya ikatan darah
Ex : trah, kerabat, klien
  •  Gemeinschaft  of place
Paguyuban karena tempat tinggal berdekatan.
Contoh : RT, RW, Pedukuhan, Pedesaan
  • Gameinschaft of mind
Paguyuban karena jiwa dan pikiran yang sama.
Contoh : kelompok pengajian, kelompok mahzab (Sekte)
b.Gesselschaft / patembangan
Merupakan ikatan lahir yang bersifat kokoh untuk waktu yang pendek, strukturnya bersifat mekanis dan sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka.
Contoh : ikatan antar pedagang, organisasi dalam sebuah pabrik.

Perbedaan antara Geme in shaft
Gemeinschaft
Gesselschaft
·   Personal
·   Inforifal
·   Tradisional
·   Sentimental
·   Umum
·   Impersonal
·   Forifal
·   Utilitarian (nilai guna)
·   Realitas
·   Khusus 

2.Klasifikasi Menurut Kualitas Hubungan Antar Anggota
a.Kelompok Primer (Primary Group)
Merupakan suatu kelompok yang hubungan antar anggotanya saling kenal mengenal dan bersifat informal.
Contoh : keluarga, kelompok sahabat, teman, teman sepermainan
b.Kelompok Sekunder (secondary Group)
Merupakan hubungan antar anggotanya bersifat formal, impersonal dan didasarkan pada asas manfaat.
Contoh : sekolah, PGRI
3.Klasifikasi Menurut Pencapaian Tujuan 
a.Kelompok Formal
Merupakan kelompok yang memiliki peraturan-peraturan dan tugas dengan sengaja dibuat untuk mengatur hubungan antar anggotanya.
Contoh : Parpol, lembaga pendidikan
b.Kelompok In Formal
Merupakan kelompok sosial yang terbentuk karena pertemuan yang berulang-ulang dan memiliki kepentingan dan pengalaman yang sama.
Contoh : anggota OSIS
4.Klasifikasi menurut pendapat K. Merthon
a.Membership Group
Merupakan kelompok sosial yang setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Contoh : Anggota OSIS  
b.Reference Group
Merupakan kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang (bukan anggota kelompok) untuk membentuk pribadi dan perilakunya sesuai dengan kelompok acuan tersebut.
Contoh : Anggota ABRI
5.Klasifikasi menurut sudut pandang individu
a.In Group
Merupakan kelompok sosial tempat individu mengidentifikasikan diri.
b.Out Group
Merupakan kelompok sosial yang menjadi lawan dari in group

Dinamika Kelompok Sosial
Yaitu suatu proses perkembangan dan perubahan akibat adanya interaksi dan interdependensi baik antar anggota kelompok maupun antara suatu kelompok dengan kelompok lain.
Faktor-faktor pednorong dinamika sosial :
A. Faktor dari luar (Extern)
1)      Perubahan Sirkulasi Sosial
Disebabkan dari kemerdekaan wilayah, masuknya industrialisasi ke pertanian dan adanya temuan-temuan baru.
2)      Perubahan Situasi Ekonomi
Dapat menyebabkan suatu kelompok sosial berkembang, misalnya masyarakat perkotaan. Kelompok kekerabatan akan bergeser menjadi hubungan sosial berdasarkan kepentingan sehingga kelompok kekerabatan yang termasuk klasifikasi ke kelompok primer berubah menjadi kelompok kepentingan yang termasuk klasifikasi kelompok sekunder.
3)      Perubahan Situasi Politik
Seperti perubahan elit kekuasaan, perubahan kebijakan dan sebagainya. Menyebabkan perkembangan pada kelompok-kelompok sosial.
B. Faktor dari dalam (Intern)
1.  Adanya konflik antar anggota kelompok
2.  Adanya perbedaan kepentingan
3.  Adanya perbedaan paham

Proses Perkembangan Berbagai Kelompok Sosial
1.Kelompok kekerabatan yang berasal dari kelompok / satuan keluarga inti, kemudian berkembang menjadi keluarga luas, yang dikenal dengan nama kerabat / kekerabat.
Keluarga inti (nuclear family), keluarga luas (extended family) 

Prinsip Kekerabatan :
1). Unilineal : Mengitung anggota kerabat melalui 4 garis keturunan.
2). Bilateral (Parental) : menghitung anggota kerabat melalui 2 garis keturunan.

Unlineal dibagi menjadi 2, yaitu :
a.Matrilineal : mengitung anggota kerabat melalui garis keturunan ibu.
b.Patrilineal : menghitung anggota kerabat melalui garis keturunan ayah.

Tahap-tahap Dalam Pembentukan Keluarga :
1.Tahap formatif (pre nuptual)
Tahap sebelum perkawinan
2.Tahap perkawinan (nuptal stage)
Yaitu tahap sesudah melakukan ijab qobul sampai tahap sebelum memiliki anak.
3.Tahap pemeliharaan anak (child rearing stage)
Dimulai dari ketika anak lahir sampai anak dewasa
4.Tahap keluarga dewasa (Matarity Stage)
Yaitu ketika anak-anak sudah dewasa dan sudah membentuk keluarga baru.
5.Tahap kekerabatan

2. Kelompok Okupasional / profesi
Kelompok tradisional berkembang ke modern
3. Kelompok Volunter à Suka relawan
Ex : Komite Independen Pemantau Pemilo (KIPP)
4. Masyarakat pedesaan (Rural Comunity)
Masyarakat desa merupakan kelompok primer, memiliki struktur sosial yang tradisional sehingga perkembangan dan perubahannya relatif lambat / statis.
5. Masyarakat Kota (Urban Comunity)
Masyarakat kota memiliki tatanan yang heterogen sehingga kelompoknya lebih dinamis. Masyarakat kota mempunyai daya tarik bagi masyarakat desa untuk melakukan urbanisasi.

Faktor Pendorong Urbanisasi
*        Sempitnya lapangan kerja di desa
*        Adanya generasi muda yang ingin memperbaiki kehidupan dan membebaskan diri dari interaksi.
*        Kesempatan menambah ilmu, di desa sangat terbatas
Faktor Penarik Urbanisasi
*        Kota merupakan pusat kegiatan perekonomian dan pemerintahan.
*        Kota membuka peluang lapangan kerja yang lebih banyak
*        Kota memberi peluang yang tidak terbatas untuk mengembangkan jiwa dan potensi manusia, dll.
Faktor Penyebab Masyarakat Kota Bersifat Dinamis yang selalu berkembang
1.Faktor Pendidikan
Merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan masyarakat kota. Melalui pendidikan baik formal maupun nonformal menjadikan masyarakat kota lebih siap melakukan persaingan. Pada masyarakat kota stratifikasi sosial lebih didasarkan pada keahlian dan pendidikan.
2.Urbanisasi à perpindahan dari desa ke kota
Urbanisasi yang terlampau pesat dan tkidak teratur menyebabkan penduduk kota semakin padat. Warga desa yang melakukan urbanisasi juga berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan masyarakat kota. Nilai-nilai gotong royong dan nilai-nilai tradisional mulai ditinggalkan dan mengikuti arus perubahan.
3.Komunikasi
Faktor informasidan komunikasi yang serba cepat melalui berbagai media, baik media massa maupun media elektronik memberikan berbagai informasi yang dapat mendorong perkembangan perubahan masyarakat kota di antaranya dalam hal penampilan.
4.Industrialisasi dan Mekanisme
Adanya industrialiasasi dan mekanisme menyebabkan masyarakat kota semakin bergantung kepada mesin-mesin yang telah meringankan pekerjaan. Adanya ketergantungan pada mesin-mesin menyebabkan masyarakat manja.

Perkembangan Masyarakat Dalam Berbagai Bidang
1.Aspek Ekonomi
Merupakan aspek yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan manusia dan sumber-sumber ekonomi yang terbatas.
2.Aspek Sosial
Kesadaran politik masyarakat kota lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat desa. Apabila terdapat perbedaan paham antar anggota masyarakat dengan para elite kekuasaan, maka masyarakat kota lebih berani melakukan protes dan kritikan sehingga kehidupan politik masyarakat lebih dinamis dan lebih kritis.
3.Aspek Kebudayaan
Keterbukaan terhadap dunia luar serta pesatnya arus komunikasi dan globalisasi menyebabkan masyarakat kota merasa lebih modern bila mengatasi budaya asing dan mulai meninggalkan budaya tradisional.

Pola Relasi antar kelompok sosial menurut Calhoun
Kemungkinan pola relasi antar kelompok sosial dalam masyarakat multikultural meliputi kolonialisme, pemindahan, genosida, perbudakan, segregasi, resistensi, diskriminasi, amalgamasi, asimilasi, pluralisme, multikulturalisme.
  • Kolonialisme, adalah pengambil alihan dan penguasaan sebuah wilayah oleh kekuasaan asing dan mengisinya dengan dominasi sosial ekonomi atas masyarakat setempat (masyarakat pribumi).
  •  Pemindahan, artinya penduduk asli dipindahkan tempatnya (digusur). Ex : Australia didatangi Inggris (bukan menganggap sebagai musuh tetapi sahabat) sehingga banyak warga Inggris yang datang di Australia.
  •  Genosida adalah pembunuhan masal, ini dikenalkan oleh Rafael Ramkin, Ex : Pembantaian 6000 orang Yahudi oleh Jerman.
  • Perbudakan, yaitu suatu sistem perhambaan yang terlembagakan, di mana sang tuan memiliki kontrol penuh / penguasaan penuh terhadap para budak.
  • Segregasi, yaitu pemisahan kelompok ras / etnis secara paksaoleh golongan mayoritas.
  • Resistensi, yaitu suatu strategi yang dilakukan oleh kelompok minoritas untuk menghindarkan diri dari konfrontasi yang tidak mengenakkan dengan kelompok dominan, dengan jalan melakukan segregasi sendiri.
  • Diskriminasi, yaitu perlakuan tidak adil yang dilakukan secara sengaja terhadap kelompok-kelompok minoritas atau kelompok-kelompok lain.
  • Amalgamasi = hibridisasi, artinya perkawinan campuran / silang. Amalgamasi menunjuk pada hasil akhir yang diperoleh jika kelompok mayoritas dan kelompok minoritas disatukan untuk  membentuk kelompok baru melalui perkawinan.
  • Asimilasi, yaitu proses di mana seseorang / sekelompok orang meninggalkan tradisi budayanya sendiri untuk selanjutnya menjadi bagian dari kelompok budaya lain.
  • Pluralisme, yaitu suatu keadaan di mana berbagai kelompok yang berbeda baik ras, etnik / agama saling memelihara identitas budaya dan jaringan sosial, namun mereka bersama-sama berpartisipasi dalam sistem ekonomi dan politik.
  • Multikulturalisme, inti dari multikulturalisme  adalah kebijakan publik yang mendorong semua kelompok budaya masyarakat untuk  bersedia menerima dan memperlakukan kelompok lain secara sederajat, tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnis, gender, bahasa ataupun agama.





Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan

A.    Definisi Masyarakat
·         Menurut Emile Durkheim, masyarakat adalah suatu kenyataan objektif individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya
·         Menurut Karl Marx, masyarakat adalah suatu struktur yang menderita ketegangan organisasi ataupun perkembangan karena adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terpecah-pecah secara ekonomis.
·         Menurut Max-Weber, masyarakat adalah suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.
·         Menurut Mac Iver dan Charles Page, masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara,dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan,dari pengawasan tingkah laku serta kebebasan manusia.
·         Menurut Selo Sumardjan, masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
·         Menurut Paul B.Horton dan C.Hunt, masyarakat adalah sekumpulan manusia yang relatif mandiri,yang hidup bersama cukup lama dan mendiami suatu wilayah tertentu,memiliki kebudayaan dan melakukan sebagian besar kegiatan dalam kelompok itu.
·         Menurut Harold Laski, masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersma ditempat yang sama dan bekerja sama untuk mendapatkan tujuan bersama.
·         Menurut Ralph Linton, masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup dan telah lama sehingga dapat mengatur hidup mereka dan menggap diri mereka satu kesatuan sosiala dengan batasan yang jelas.
·         Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
·         Masyarakat (society) merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan komuniti manusia yang tinggal bersama-sama. Boleh juga dikatakan masyarakat itu merupakan jaringan perhubungan antara berbagai individu. Dari segi perlaksaan, ia bermaksud sesuatu yang dibuat - atau tidak dibuat - oleh kumpulan orang itu. Masyarakat merupakan subjek utama dalam pengkajian sains sosial.
·         Dalam Bahasa Inggris disebut Society, asal katanya Socius yang berarti “kawan”. Kata “Masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu Syiek, artinya “bergaul”. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk – bentuk akhiran hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai pribadi melainkan oleh unsur – unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan
·         Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,masyarakat didefinisikan sebagai : sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.

B.     Masyarakat Pedesaan (masyarakat tradisional)
a.       Pengertian desa/pedesaan
Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartodikusuma mengemukakan sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri
Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Sedang menurut Paul H. Landis :Desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut :
*        mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
*        Ada pertalian perasaan yang sama  tentang kesukaan terhadap kebiasaan
*        Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan
Dalam kamus sosiologi kata tradisional dari bahasa Inggris, Tradition artinya Adat istiadat dan kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada beberapa pendapat yang ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian desa itu sendiri mengandung kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain diantara unsur-unsurnya, yang sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat , kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang mempunyai ciri yang jelas.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari defenisi tersebut, sebetulnya desa merupakan bagian vital bagi keberadaan bangsa Indonesia. Vital karena desa merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini terbukti keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi tegak dan eksisnya bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa ditawar dan tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh.
Memang hampir semua kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan pembangunan desa mengedepankan sederet tujuan mulia, seperti mengentaskan rakyat miskin, mengubah wajah fisik desa, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat, memberikan layanan social desa, hingga memperdayakan masyarakat dan membuat pemerintahan desa lebih modern. Sayangnya sederet tujuan tersebut mandek diatas kertas.
Karena pada kenyataannya desa sekedar dijadikan obyek pembangunan, yang keuntungannya direguk oleh actor yang melaksanakan pembangunan di desa tersebut : bisa elite kabupaten, provinsi, bahkan pusat. Di desa, pembangunan fisik menjadi indicator keberhasilan pembangunan. Karena itu, Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang ada sejak tahun 2000 dan secara teoritis memberi kesempatan pada desa untuk menentukan arah pembangunan dengan menggunakan dana PPK, orientasi penggunaan dananyapun lebih untuk pembangunan fisik. Bahkan, di Sumenep (Madura), karena kuatnya peran kepala desa (disana disebut klebun) dalam mengarahkan dana PPK untuk pembangunan fisik semata, istilah PPK sering dipelesetkan menjadi proyek para klebun.
 Menyimak realitas diatas, memang benar bahwa yang selama ini terjadi sesungguhnya adalah “Pembangunan di desa” dan bukan pembangunan untuk, dari dan oleh desa. Desa adalah unsur bagi tegak dan eksisnya sebuah bangsa (nation) bernama Indonesia.
Kalaupun derap pembangunan merupakan sebuah program yang diterapkan sampai kedesa-desa, alangkah baiknya jika menerapkan konsep :”Membangun desa, menumbuhkan kota”. Konsep ini, meski sudah sering dilontarkan oleh banyak kalangan,
tetapi belum dituangkan ke dalam buku yang khusus dan lengkap. Inilah tantangan yang harus segera dijawab.
b.      Ciri-ciri Masyarakat desa (karakteristik)
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mebngenal ciri-ciri sebagai berikut :
a.   Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan  tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain  dan menolongnya tanpa pamrih.
b.      Orientasi kolektif  sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.
c.       Partikularisme  pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)
d.      Askripsi  yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi).
e.       Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.
C.  Masyarakat Perkotaan
a.   Pengertian Kota
Seperti halnya desa, kota juga mempunyai pengertian yang bermacam-macam seperti pendapat beberapa ahli berikut ini.
                      i.          Wirth
Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
          ii.     Max Weber
Kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya dipasar lokal.
       iii.      Dwigth Sanderson
Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih.
Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan.
Menurut konsep Sosiologik sebagian Jakarta dapat disebut  Kota, karena memang gaya hidupnya yang cenderung bersifat individualistik. Marilah sekarang kita meminjam lagi teori Talcott Parsons mengenai tipe masyarakat kota yang diantaranya mempunyai ciri-ciri  :
a).   Netral Afektif
Masyarakat Kota memperlihatkan sifat yang lebih mementingkat Rasionalitas dan sifat rasional ini erat hubungannya dengan konsep Gesellschaft atau Association. Mereka tidak mau mencampuradukan hal-hal yang bersifat emosional atau yang menyangkut perasaan pada umumnya dengan hal-hal yang bersifat rasional, itulah sebabnya tipe masyarakat itu disebut netral dalam perasaannya.
b).   Orientasi Diri
Manusia dengan kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya sendiri, pada umumnya dikota tetangga itu bukan orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan kita oleh karena itu setiap orang dikota terbiasa hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain, mereka cenderung untuk individualistik.
c).   Universalisme
Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu pemikiran rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk Universalisme.
d).   Prestasi
 Mutu atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima  berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.
e).   Heterogenitas
Masyarakat kota lebih memperlihatkan sifat Heterogen, artinya terdiri dari lebih banyak komponen dalam susunan penduduknya.
b.      Ciri-ciri masyarakat Perkotaan 
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan, yaitu :
                      i.          Kehidupan keagamaannya berkurang, kadangkala tidak terlalu dipikirkan karena memang kehidupan yang cenderung kearah keduniaan saja.
                    ii.          Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus berdantung pada orang lain (Individualisme).
                  iii.          Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
                  iv.          Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota.
                    v.          Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, intuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
                  vi.          Perubahan-perubahan tampak nyata  dikota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.

D.  Perbedaan antara desa dan kota
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), per-bedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat membedakan antara masya-rakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan "berlawanan" pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut:  
Masyarakat Pedesaan
Masyarakat Kota
Perilaku homogen
Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan
Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status
Isolasi sosial, sehingga statik
Kesatuan dan keutuhan kultural
Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
Kolektivisme
Perilaku heterogen
Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan
                                                      Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi
Mobilitas sosial, sehingga dinamik
Kebauran dan diversifikasi kultural
Birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular                                    Individualisme
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja.
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan  sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada mudah mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri ciri tersebut antara lain :
1)      jumlah dan kepadatan penduduk
2)      lingkungan hidup
3)      mata pencaharian
4)      corak kehidupan sosial
5)      stratifiksi sosial
6)      mobilitas sosial
7)      pola interaksi sosial
8)      solidaritas sosial
9)      kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional

E.   Hubungan Desa-kota, hubungan pedesaan-perkotaan.
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan yang erat. Bersifat ketergantungan, karena diantara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan bahan pangan seperti beras sayur mayur , daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi bagi jenis jenis pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh bangunan dalam proyek proyek perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan dibidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
“Interface”, dapat diartikan adanya kawasan perkotaan yang tumpang-tindih dengan kawasan perdesaan, nampaknya persoalan tersebut sederhana, bukankah telah ada alat transportasi, pelayanan kesehatan, fasilitas pendidikan, pasar, dan rumah makan dan lain sebagainya, yang mempertemukan kebutuhan serta sifat kedesaan dan kekotaan.
Hubungan kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan menang, karena itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin berpengaruh dan makin menentukan kehidupan perdesaan.
Secara teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui beberapa caar, seperti: (i) Ekspansi kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan merubah atau mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan besaran dan kecepatan yang beraneka ragam; (ii) Invasi kota , pembangunan kota baru seperti misalnya Batam dan banyak kota baru sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan lenyap atau hilang dan sepenuhnya diganti dengan perkotaan; (iii) Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai kekotaan ke desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak terjadi; (iv) ko-operasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan produk yang bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan desa-kota tersebut kesemuanya diprakarsai pihak dan orang kota. Proses sebaliknya hampir tidak pernah terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang memang akan mengkota.
Salah satu bentuk hubungan antara kota dan desa adalah :
a). Urbanisasi dan Urbanisme
Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa dan Kota  yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka timbulah masalah baru yakni ; Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. (soekanto,1969:123 ).
b)      Sebab-sebab Urbanisasi
1.)    Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah kediamannya (Push factors)
2.)    Faktor-faktor yang ada dikota yang menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap dikota (pull factors)
·         Hal – hal yang termasuk push factor antara lain :
a.       Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan pertanian,
b.      Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
c.       Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat yang ketat sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
d.      Didesa tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
e.       Kegagalan panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain dikota.
·         Hal – hal yang termasuk pull factor antara lain :
a.       Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota  banyak pekerjaan dan lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan
b.      Dikota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri kerajinan.
c.       Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat.
d.      Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
e.       Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah ( Soekanti, 1969 : 124-125 ).

Sumber


·         Drs. H. Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, 2003
·         H.E Kosim, STBA Yapari Bandung, 1996
·         Sosiologi 3 SMU,1994
·         Soerjono Soekanto,Sosiologi Suatu pengantar,1990